Pages

Senin, 22 Februari 2010

Kumpulan Hadits Sedekah

Kumpulan Hadits Sedekah

sumber :http://www.ikatanwargaislaminalum.com/?cat=130

1. Bersodaqoh pahalanya sepuluh, memberi hutang (tanpa bunga) pahalanya delapan belas, menghubungkan diri dengan kawan-kawan pahalanya dua puluh dan silaturrahmi (dengan keluarga) pahalanya dua puluh empat. (HR. Al Hakim)
2. Yang dapat menolak takdir ialah doa dan yang dapat memperpanjang umur yakni kebajikan (amal bakti). (HR. Ath-Thahawi)
3. Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga hal yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan anak (baik laki-laki maupun perempuan) yang mendoakannya. (HR. Muslim)
4. Allah Tabaraka wata’ala berfirman (di dalam hadits Qudsi): “Hai anak Adam, infaklah (nafkahkanlah hartamu), niscaya Aku memberikan nafkah kepadamu.” (HR. Muslim)
5. Orang yang mengusahakan bantuan (pertolongan) bagi janda dan orang miskin ibarat berjihad di jalan Allah dan ibarat orang shalat malam. Ia tidak merasa lelah dan ia juga ibarat orang berpuasa yang tidak pernah berbuka. (HR. Bukhari)
6. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Sodaqoh yang bagaimana yang paling besar pahalanya?” Nabi Saw menjawab, “Saat kamu bersodaqoh hendaklah kamu sehat dan dalam kondisi pelit (mengekang) dan saat kamu takut melarat tetapi mengharap kaya. Jangan ditunda sehingga rohmu di tenggorokan baru kamu berkata untuk Fulan sekian dan untuk Fulan sekian.” (HR. Bukhari)
7. Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain. (HR. Ahmad)
8. Jauhkan dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sodaqoh) sebutir kurma. (Mutafaq’alaih)
9. Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sodaqoh. (HR. Al-Baihaqi) /menjemput rezeki
10. Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersodaqoh dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana. (HR. Ath-Thabrani) /penolak bala/menyembuhkan penyakit
11. Tiada seorang bersodaqoh dengan baik kecuali Allah memelihara kelangsungan warisannya. (HR. Ahmad)
12. Naungan bagi seorang mukmin pada hari kiamat adalah sodaqohnya. (HR. Ahmad)
13. Tiap muslim wajib bersodaqoh. Para sahabat bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?” Nabi Saw menjawab, “Bekerja dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersodaqoh.” Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?” Nabi menjawab: “Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab: “Menyuruh berbuat ma’ruf.” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi Saw menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sodaqoh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
14. Apa yang kamu nafkahkan dengan tujuan keridhoan Allah akan diberi pahala walaupun hanya sesuap makanan ke mulut isterimu. (HR. Bukhari)
15. Sodaqoh paling afdhol ialah yang diberikan kepada keluarga dekat yang bersikap memusuhi. (HR. Ath-Thabrani dan Abu Dawud)
16. Satu dirham memacu dan mendahului seratus ribu dirham. Para sahabat bertanya, “Bagaimana itu?” Nabi Saw menjawab, “Seorang memiliki (hanya) dua dirham. Dia mengambil satu dirham dan bersodaqoh dengannya, dan seorang lagi memiliki harta-benda yang banyak, dia mengambil seratus ribu dirham untuk disodaqohkannya. (HR. An-Nasaa’i)
17. Orang yang membatalkan pemberian (atau meminta kembali) sodaqohnya seperti anjing yang makan kembali muntahannya. (HR. Bukhari)
18. Barangsiapa diberi Allah harta dan tidak menunaikan zakatnya kelak pada hari kiamat dia akan dibayang-bayangi dengan seekor ular bermata satu di tengah dan punya dua lidah yang melilitnya. Ular itu mencengkeram kedua rahangnya seraya berkata, “Aku hartamu, aku pusaka simpananmu.” Kemudian nabi Saw membaca firman Allah surat Ali Imran ayat 180: “Dan janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi.” (HR. Bukhari)
19. Tiada suatu kaum menolak mengeluarkan zakat melainkan Allah menimpa mereka dengan paceklik (kemarau panjang dan kegagalan panen). (HR. Ath-Thabrani)
20. Barangsiapa memperoleh keuntungan harta (maka) tidak wajib zakat sampai tibanya perputaran tahun bagi pemiliknya. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Penjelasan:
Perhitungan perputaran tahun (haul) untuk menunaikan zakat ialah dengan tahun Hijriyah.

1. Tentang sodaqoh yang seakan-akan berupa hadiah, Rasulullah Saw bersabda: “Baginya sodaqoh dan bagi kami itu adalah hadiah.” (HR. Bukhari)
2. Allah Ta’ala mengharamkan bagiku dan bagi keluarga rumah tanggaku untuk menerima sodaqoh. (HR. Ibnu Saad)

Penjelasan:
Nabi Saw menolak menerima sodaqoh tetapi mau menerima hadiah.

1. Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada sasaran yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
2. Allah mengkhususkan pemberian kenikmatanNya kepada kaum-kaum tertentu untuk kemaslahatan umat manusia. Apabila mereka membelanjakannya (menggunakannya) untuk kepentingan manusia maka Allah akan melestarikannya namun bila tidak, maka Allah akan mencabut kenikmatan itu dan menyerahkannya kepada orang lain. (HR. Ath-Thabrani dan Abu Dawud)
3. Abu Dzarr Ra berkata bahwa beberapa sahabat Rasulullah Saw berkata, “Ya Rasulullah, orang-orang yang banyak hartanya memperoleh lebih banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat dan berpuasa sebagaimana kami berpuasa dan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi Saw lalu berkata, “Bukankah Allah telah memberimu apa yang dapat kamu sedekahkan? Tiap-tiap ucapan tasbih adalah sodaqoh, takbir sodaqoh, tahmid sodaqoh, tahlil sodaqoh, amar makruf sodaqoh, nahi mungkar sodaqoh, bersenggama dengan isteri pun sodaqoh.” Para sahabat lalu bertanya, “Apakah melampiaskan syahwat mendapat pahala?” Nabi menjawab, “Tidakkah kamu mengerti bahwa kalau dilampiaskannya di tempat yang haram bukankah itu berdosa? Begitu pula kalau syahwat diletakkan di tempat halal, maka dia memperoleh pahala. (HR. Muslim)
4. Tiap-tiap amalan makruf (kebajikan) adalah sodaqoh. Sesungguhnya di antara amalan makruf ialah berjumpa kawan dengan wajah ceria (senyum) dan mengurangi isi embermu untuk diisikan ke mangkuk kawanmu. (HR. Ahmad

Selasa, 09 Februari 2010

keajaiban cinta

Jika Anda memiliki anak pertama yang berumur 2.5 tahun, lahir setelah 17 tahun menikah, setelah Anda sembuh dari kemandulan. Anak Anda tersebut mengalami:

* bermasalah dalam pembuluh darah di liver,
* jantung berhenti berdetak selama 45 menit,
* pendarahan hebat yang membuat jantungnya berhenti berdetak untuk yang kedua kali
* pendarahan di liver, sembuh, pendarahan lagi berulang-ulang sampai 6 kali,
* tumor dan radang otak,
* radang ginjal,
* radang pada selaput kristal yang mengitari jantung,

penyakit tersebut hadir silih berganti, terus menerus dalam waktu 6-8 bulan…, Apa yang Anda lakukan?

Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al ‘Arifi dalam bukunya ‘Jangan Takut Sakit’ (hal 111-117, penerbit Fawaid, -dengan sedikit penyesuaian) menuturkan sebuah kisah:

Dr. Abdullah bercerita,
“Ada seorang perempuan yang datang kepada saya dengan menyeret langkah-langkah kakinya, ia menggendong anaknya yang tersiksa oleh penyakit.

Ia adalah seorang ibu yang berusia mendekati empat puluh tahun. Ia memeluk anaknya yang masih kecil ke dadanya, seakan-akan anak tersebut adalah potongan tubuhnya. Kondisi anak itu memprihatinkan, terdengar satu dua tarikan nafas dari dadanya.

Saya bertanya kepada si ibu, ‘Berapa umurnya?’
Ia menjawab, ‘Dua setengah tahun.’

Kami melakukan pemeriksaan kepada anak itu, ternyata anak itu bermasalah dalam pembuluh-pembuluh darah di livernya.

Kami segera melakukan tindakan operasi kepadanya, dan dua hari setelah operasi, anak itu sudah sehat. Sang ibu pun tampak gembira dan riang.
Ketika melihat saya, ia bertanya, ‘Kapan anak saya boleh pulang dok?’

Tatkala saya hampir menulis surat keterangan pulang, tiba-tiba anak kecil itu mengalami pendarahan hebat di tenggorokannya, sehingga menyebabnya jantungnya berhenti berdetak selama 45 menit.

Kesadaran anak tersebut sudah hilang. Lalu para dokter berkumpul di dalam ruangannya. Beberapa jam telah berlalu, namun mereka tidak sanggup membuatnya tersadar.

Salah seorang teman saya segera mendatangi ibunya dan berkata kepadanya, ‘Kemungkinan anak Anda mengalami kematian otak (koma) dan saya mengira bahwa ia tidak memiliki harapan untuk hidup.’ Saya menoleh kepada teman saya tersebut sambil mencelanya karena ucapannya tersebut.

Lalu saya melihat kepada si ibu, demi Allah, perkataan teman saya itu tidak menambah selain ia mengucapkan, ‘Penyembuh adalah Allah, Pemberi kesehatan adalah Allah.’
Kemudian ia terus menerus membaca, ‘Saya memohon kepada Allah jika ada kebaikan pada kesembuhannya, maka sembuhkanlah ia.’

Setelah itu ia diam dan berjalan menuju sebuah kursi kecil, lalu duduk. Kemudian ia mengambil mushaf kecilnya yang berwarna hijau dan membacanya.

Para dokter pun keluar, saya juga keluar bersama mereka. Saya berjalan melewati anak itu, kondisinya belum berubah, sesosok tubuh yang terbujur kaku laksana mayat di atas tempat tidur putih. Lalu saya menoleh kepada ibunya, keadaannya juga masih tetap seperti sebelumnya.

Satu hari ia membacakan Al-Qur’an kepada anaknya; satu hari membacanya dan satu hari setelannya mendoakannya. Beberapa hari kemudian, salah seorang perawat perempuan memberitahu saya bahwa anak itu sudah mulai bergerak, saya langsung memuji Allah.

Saya berkata kepada si ibu, ‘Wahai Ummu Yasir, saya sampaikan kabar gembira kepada Anda bahwa keadaan Yasir mulai membaik.’
Ia hanya mengucapkan satu ucapan sambil menahan air matanya, ‘Alhamdulillah, Alhamdulillah.’

Dua puluh empat jam kemudian kami dikejutkan dengan kondisi si anak, ia kembali mengalami pendarahan hebat seperti pendarahan sebelumnya, dan jantungnya berhenti berdetak untuk kedua kalinya.

Tubuhnya yang kecil kelihatan lelah, gerakannya telah hilang. Salah seorang dokter masuk untuk melihat kondisinya secara langsung, lalu saya mendengarnya berucap, ‘Mati otak.’

Sang ibu terus menerus mengulang-ulang, ‘Alhamdulillah, atas setiap keadaan, penyembuh adalah Allah.’ Beberapa hari kemudian, anak itu sembuh kembali. Namun, baru berlalu beberapa jam, ia kembali mengalami pendarahan di dalam livernya, lalu gerakannya berhenti.

Beberapa hari kemudian ia sadar lagi, lalu kembali mengalami pendarahan baru, kondisinya aneh, saya tidak pernah melihat kondisi seperti itu selama hidup saya, pendarahannya berulang-ulang hingga enam kali, sedangkan dari lisan ibunya hanya keluar ucapan, ‘Segala puji bagi Allah, Penyembuh adalah Rabb-ku, Dia-lah Penyembuh.’

Setelah beberapa kali pemeriksaan dan pengobatan, para dokter spesialis batang tenggorokan berhasil mengatasi pendarahan, Yasir mulai bergerak-gerak lagi. Tiba-tiba, Yasir kembali diuji dengan bisul besar (tumor) dan radang otak.

Saya sendiri yang memeriksa keadaannya. Saya berkata kepada ibunya, .’Keadaan anak Anda mengenaskan sekali dan kondisinya berbahaya.’ la tetap mengulang-ulang ucapannya, ‘Penyembuh adalah Allah’

la mulai membacakan Al-Qur’an kepada buah hatinya. Setelah dua minggu, tumor itu tetap ada. Dua hari kemudian, anak tersebut mulai sembuh, kami memuji Allah karenanya.

Sang ibu bersiap-siap untuk pulang, namun satu hari kemudian, tiba-tiba anak tersebut mengalami radang ginjal parah yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronis dan hampir menyebakan kematiannya.

Sementara si ibu tetap berpegang teguh, bertawakal dan berserah kepada Rabb-nya serta terus mengulang-ulang, ‘Penyembuh adalah Allah.’ Lalu, ia kembali ke tempatnya dan membacakan Al-Qur’an kepada anaknya.

Hari-hari berlalu, sedangkan kami terus berusaha memeriksa dan mengobati secara maraton hingga berlangsung sampai tiga bulan, kondisinya pun membaik, segala puji hanya bagi Allah.

Akan tetapi, kisah ini belum berhenti sampai di sini saja, si anak kembali diserang penyakit aneh yang belum pernah saya kenal selama hidup.

Setelah empat bulan, ia terserang radang pada selaput kristal yang mengitari jantung, sehingga memaksa kita untuk membuka sangkar dadanya dan membiarkannya terbuka untuk mengeluarkan nanah.

Ibunya hanya melihat kepadanya sambil berucap, ‘Saya memohon kepada Allah agar menyembuhkannya, Dia adalah penyembuh dan pemberi kesehatan.’ Lalu, ia kembali ke kursinya dan membuka mushafnya.

Terkadang saya melihat kepada ibu tersebut, sementara mushaf ada di depannya, ia tidak menoleh ke sekelilingnya. Kemudian saya masuk ke ruang refreshing, maka saya melihat banyak pasien dengan berbagai penyakit dan para penunggu mereka.

Saya melihat sebagian dari para pasien tersebut berteriak-teriak dan yang lainya mengaduh-aduh, sedangkan para penunggunya menangis, dan sebagian dari mereka berjalan di belakang para dokter.

Sementara ibu itu tetap berada di atas kursinya dan di depan mushafnya, tidak berpaling kepada orang yang berteriak dan tidak berdiri menghampiri dokter serta tidak berbicara dengan seorang pun.

Saya merasa bahwa ia adalah gunung, setelah berada selama enam bulan di ruang refreshing. Saya berjalan melewati anaknya, saya melihat matanya terpejam, tidak berbicara dan tidak bergerak, dadanya terbuka.

Kami mengira bahwa ini merupakan akhir kehidupannya, sedangkan sang ibu tetap dalam keadaannya, membaca Al-Qur’an. Seorang penyabar yang tidak mengeluh dan tidak mengaduh.

Demi Allah, ia tidak mengajak saya bicara dengan sepatah katapun dan tidak pula bertanya kepada saya tentang kondisi anaknya. Ia hanya berbicara setelah saya mulai mengajaknya bicara tentang anaknya tersebut.

Adapun usia suaminya sudah lebih dari empat puluh tahun. Terkadang suaminya menemui saya di dekat anaknya, ketika ia menoleh kepada saya untuk bertanya, istrinya menarik tangannya dan menenangkannya serta mengangkat spiritnya dan mengingatkannya bahwa sang Penyembuh adalah Allah.

Setelah berlalu dua bulan, keadaan anak tersebut sudah membaik, lalu kami memindahkannya ke ruangan khusus anak-anak di rumah sakit, kondisinya sudah mengalami banyak kemajuan.

Keluarganya pun mulai membiasakan kepadanya berbagai jenis terapi dan pelatihan. Setelah itu, anak tersebut pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki, ia melihat dan berbicara seakan-akan ia tidak pernah tertimpa sesuatu sebelumnya.

Maaf, kisah menakjubkan ini belum selesai, karena satu setengah tahun kemudian, ketika berada di ruang kerja saya, tiba-tiba suami wanita itu masuk menemui saya, sedangkan di belakangnya istrinya menyusulnya sambil menggendong bayi kecil yang sehat.

Ternyata si anak kecil itu sedang diperiksakan secara rutin di RS tersebut, mereka datang kepada saya untuk menyampaikan salam.

Saya bertanya kepada si suami, ‘Masya Allah, apakah bayi kecil ini adalah anak yang keenam atau ketujuh di dalam keluarga Anda?’ Ia menjawab, ‘Ini yang kedua, dan anak pertama kami adalah anak yang Anda obati setahun yang lalu. Ia merupakan anak pertama kami yang lahir setelah tujuh belas tahun kami menikah dan sembuh dari kemandulan.’

Saya menundukkan kepala, dan langsung teringat dengan gambaran ibunya ketika sedang menunggui anaknya. Saya tidak mendengar suara yang keluar darinya dan tidak melihat tanda kegelisahan pada dirinya.

Saya mengucap di dalam hati, ‘Subhanallah.’ Setelah tujuh belas tahun bersabar dan mencoba berbagai terapi kemandulan, lalu diberi rezeki dengan seorang anak laki-laki yang dilihatnya mati berkali-kali di hadapannya.

Akan tetapi, wanita tersebut hanya berpegang teguh pada kalimat ‘Laailaaha illallaah’ dan keyakinan bahwa Allah adalah Dzat Penyembuh dan Pemberi kesehatan. Subhanallah! Betapa besar tawakkal dan keimanan yang dimiliki wanita itu.”

Kisah di atas, meski bukan kisah para ulama, namun merupakan kisah nyata yang terjadi pada zaman kita.

Dimana posisi kita dibandingkan ibu dalam kisah tersebut?

Ya Allah, berilah kami kemudahan untuk bersabar, tawakkal, dan benar-benar berserah diri kepada-Mu, dalam setiap waktu, setiap keadaan, dan setiap tempat. Amiin.

Cinta Pertama

oleh Panggih Waluyo Senin,

Seorang wanita terbaring lemas di atas sebuah tempat tidur, nampak keringat bercucuran mengalir dari sela-sela rambutnya, lalu membasahi wajahnya yang terlihat pucat dan lemas.

Ia seakan baru saja usai melakukan pertempuran yang teramat dahsyat, sehingga menguras seluruh tenaganya. Namun, kelelahan itu beranjak sirna saat seorang wanita berpakaian dinas putih memperlihatkan seorang bayi mungil yang masih merah, sembari berkata, “Alhamdulillah anak ibu lahir dengan selamat dan sempurna ibu…”. Ia pun tersenyum lembut bersama aliran air mata di pipinya, “Alhamdulillah ya Allah….alhamdulillah…., terima kasih ibu bidan”.

Seketika itu pula terasa lenyaplah rasa sakit dan lemas ditubuhnya.

Saudaraku,…

Itulah sekilas gambaran perjuangan keras seorang ibu saat melahirkan kita. Bukan sekedar gambaran perjuangan, namun juga gambaran cinta yang tulus tanpa pamrih dan gambaran cinta pertama tanpa akhir.

Maka tak berlebihan jika Rasulullah ketika suatu hari ditanya oleh seorang sahabat tentang orang yang pertama kali berhak mendapat penghormatan maka jawaban Rasulullah adalah ibumu, hingga sampai sahabat itu menanyakan tiga kali dengan pertanyaan yang sama, maka Rasulullah tetap menjawabnya dengan jawaban yang sama, lalu baru dikatakan bapakmu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Datang seseorang kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kpd siapakah aku hrs berbakti pertama kali ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’ Ia berta lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’, Orang tersebut berta kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bapakmu’ “[Hadits Riwayat Bukhari (AL-Ftah 10/401) No. 5971, Muslim 2548]

Saudaraku yang dirahmati oleh Allah…

Di sela-sela kesibukan yang seakan tak berujung dan di sela-sela rutinitas yang juga seakan tak mempunyai batas, marilah kita sejenak merenung dan menjawab pertanyaan ini dengan sejujurnya. Seberapa besar perhatian kita saat ini kepada seorang wanita yang telah susah payah mengandung dan melahirkan kita?

Mungkin kita lupa bahwa dalam tumbuh besarnya kita sampai saat ini ada perasan keringatnya. Mungkin kita lupa, dalam berhasilnya kita duduk di tempat kerja saat ini adalah karena untaian do’a dan tangisnya.

Saudaraku, setiap hari kita terus larut dalam kesibukan mencari penghasilan memenuhi kebutuhan keluarga kita, menyapa rekan kerja dengan hormat dan lembut. Adakah sapa hangat dan hormat kepada ibu kita, walau hanya sekadar menelpon beberapa saat ketika itu? Saudaraku, setiap hari kita mungkin sering kita menanyakan kabar dan keadaan kepada rekan atau teman spesial kita walau harus sering mengisi pulsa di handpone kita.

Adakah ketika itu kita mengkhususkan membeli dan menghabiskan pulsa semata-mata untuk menanyakan kabar dan keadaan ibu tercinta kita?

Saudaraku yang dirahmati oleh Allah,…

Betapa mudahnya terkadang kita melupakan cinta pertama kita dengan kehadiran orang lain di sisi kita, baik itu istri maupun anak kita.

Betapa mudahnya dengan alasan kesibukan pekerjaan kita, kita lupakan perasan keringat dan air mata dari seorang wanita lemah yang semata-mata ia keluarkan untuk kita. Padahal Allah pun telah menyatakan…

“Kami perintahkan kpd manusia supaya beruntuk baik kpd kedua orang tuanya, ibu mengandung dgn susah payah, dan melahirkan dgn susah payah (pula)……(QS. Al-Ahqaf : 15).

Imam Adz-Dzhabai dalam kitab Al-Kabair pun berkata :

“Ibumu telah mengandungmu di dalam perut selama sembilan bulan seolah-olah sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yg hampir saja menghilangkan nyawanya. Dan dia telah menyusuimu dari teteknya, dan ia hilangkan rasa kantuk krn menjagamu. Dan dia cuci kotoranmu dgn tangan kanannya, dia utamakan dirimu atas diri serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuan sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikannmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak dari kesusahan yg luar biasa dan panjang sekali kesedihan dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yg mengobatimu dan seandai dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dgn suara yg paling keras…..

Saudaraku,..

Sadar atau tidak sadar, di sana ada seorang wanita yang selalu mengkhawatirkan kita, dan selalu bertanya dalam hatinya “bagaimana ya keadaan anakku hari ini?” Ia sangat khawatir dan ingin selalu tahu keadaan anaknya setiap saat. Betapapun di saat itu tak sedikit pun kita teringat akan keadannya.

Saudaraku,.. sadar atau tidak sadar, di sana ada seorang wanita yang selalu melantunkan doanya untuk kita, dan selalu berharap agar kita selalu dalam keberhasilan. Ia sangat khawatir akan sesuatu kegagalan jika menimpa anaknya.

Saudaraku, sadarkah kita akan hal itu? Dan terlantunkah doa untuknya ketika kita meminta kepada Allah agar memberi keberhasilan duniawi?

Saudaraku yang dirahmati oleh Allah,..

Betapa indahnya kehidupan ini apabila setiap hari kita mampu mencium tangan ibu sebagai tanda hormat dan meminta restu sebelum menjalankan rutinitas kita. Dan betapa indahnya perjalanan hidup, apabila kita mampu menelpon dan menanyakan keadaan ibu kita walaupun ia berada nun jauh di sana.

Dan betapa bahagianya ibu kita mendengar kabar anaknya dalam keadaan sehat, betapapun kita belum mampu memberikan harta yang berlimpah kepadanya.

Saudaraku, sesungguhnya tak ada batas untuk kita selalu berbakti dan mencintai orangtua kita. Rasulullah telah mengatakan bahwa walaupun orangtua kita telah tiada, kita masih mampu menunjukkan bakti kita kepada mereka.

Karena kata beliau segala amal manusia akan terputus setelah kematian kecuali salah satunya adalah do’a anak yang sholeh kepada orang tuanya. Do’a kita akan sampai kepada orang tua kita yang telah meninggal dunia, dengan satu syarat yaitu kita menjadi anak yang sholeh.

Maka ada sebuah pertanyaan yang patut dan harus kita jawab, sudahkah kita berusaha menjadi anak sholeh bagi mereka?

Saudaraku yang dirahmati oleh Allah,

Begitulah keagungan Islam mengatur cinta dan kasih sayang, kepada cinta pertama setiap anak manusia, hingga sampai mampu menembus batas antara kehidupan dunia dan akhirat. Maka dari itu, mari kita senantiasa lantunkan do’a yang telah diajarkan Rasulullah,

“Rabbighfirlii…wali waalidaiya warham huma kamaa rabbayani shogiira….

“Ya Tuhanku ampunilah dosaku, dan dosa kedua orang tuaku dan kasih sayangilah mereka, sebagaimana mereka mengasihiku di waktu kecilku.”

Sebagai bukti kasih sayang pada cinta pertama kita, dan bukan dengan cara-cara yang lain seperti Valentine, yang sebenarnya hanyalah sebuah “pelegalan” mengumbar hawa nafsu dan melupakan kepada siapa seharusnya kita mencintai.

Wallahu ‘alam…

Abu Marwa (mujahiddesa.blogspot.com)

Ayah, Jadilah Sahabatku

oleh Raya Fitrah

Saya selalu senang mendengar cerita teman-teman saya tentang keluarga mereka. Ibu-ibu bercerita tentang anak-anak, tentang suami mereka, mertua atau tetanggga mereka. Tidak untuk menggosip atau membuka aib, tetapi untuk menyerap ilmu dan pengalaman berharga yang telah mereka alami tapi belum pernah saya rasakan.

Dari berbagai topik obrolan, yang paling menarik menurut saya adalah cerita keluarga dari sudut pandang seorang ayah.

Ada salah satu obrolan yang sangat berkesan buat saya, ketika seorang teman saya, sebut saja Pak Abi, ia bercerita tentang anak lelakinya yang sekarang sudah sekolah TK.

Suatu hari dia kewalahan menjawab pertanyaan anak sulungnya. Pasalnya, seorang pemuda tetangga mereka ditangkap oleh polisi dan penangkapan tersebut diiringi dengan tembakan peringatan. Medengar letusan senjata api Pak Abi berlari keluar untuk cari tahu tentang kejadian itu. Saat kembali ke rumah ia diserbu pertanyaan dari anaknya.

"Abi, tadi ada apa? Kok ada bunyi senapan?" tanya sang anak.

"Ada orang jahat ditangkap polisi," jelas Pak Abi singkat.

"Siapa, Abi? Aku kenal nggak Bi?" kerjarnya penuh rasa ingin tahu.

"Orang belakang. Kamu nggak kenal." ujar Pak Abi.

Tapi sang anak belum menyerah. "Namanya siapa sih, Bi? Biar aku tau."

Kali ini dengan tegas Pak Abi menjawab, "Kamu nggak perlu tau!"

Dasar memang anak yang gigih, dengan cerdas ia kembali bertanya, "Memangnya Abi nggak suka kalau aku banyak tau?"

Dengan sabar Pak Abi melontarkan jawaban pamungkas. "Bukannya Abi nggak suka kamu banyak tahu, tapi nggak semua hal kamu harus tau."

Cerita Pak Abi sampai disitu. Saya mendengar dengan serius dan sudah tidak sabar ingin bertanya.

"Pak, kenapa Bapak tidak kasi tau saja nama pemuda tersebut?" tanya saya. Saya benar-benar tidak mengerti, apa susahnya menjawab pertanyaan tersebut? Karena kalau saya berada di posisi Pak Abi, saya mungkin akan menyebutkan namanya dan ini menjadi alat yang saya gunakan untuk menakut-nakuti supaya dia tidak nakal.

"Kalau saya kasi tau, saya khawatir kejadian ini melekat dalam ingatannya. Ketika dia keluar rumah dan bermain dengan teman-temannya dia mungkin akan bercerita pada teman-temannya kalau Si X itu adalah orang Jahat."

Saya mengangguk-angguk. Oh, begini rupanya cara mendidik anak, saya berkata dalam hati, mencoba mencerna semua penjelasan Pak Abi. Sesaat kemudian obrolan kami berganti topik. Giliran Pak Abi bertanya-tanya, mengapa anak-anak sekarang begitu berani bertanya, bahkan berani mendebat penjelasan orang tuanya.

"Padahal saya dulu waktu kecil pendiam. Nggak banyak ngomomong," ujar Pak Abi.

Giliran saya yang memutar otak, "Mungkin karena dulu Bapak nggak ada kesempatan untuk banyak ngobrol dengan ortu kali, Pak?"

"Mungkin juga. Tapi saya rasa, karena sekarang saya memposisikan diri saya dengan anak saya adalah sebagai teman. Sementara dulu relasi saya dengan Bapak saya adalah relasi “Ayah-Anak”.

Saya mengangguk. Selama ini Pak Abi menurut saya adalah sosok ayah yang unik, dia membahasakan dirinya dan anaknya dengan sebutan “Aku dan Kamu”, bukan “Abi dan Kamu” atau "Ayah dan anak". Awalnya saya merasa janggal, tapi saat itu saya melihat bahwa ini salah satu cara untuk meminimalkan kesenjangan dalam hubungan anak dan orang tua.

Tiba-tiba saya merasa iri. Saya membandingkan dengan diri saya, mengingat kembali bagaimana hubungan saya dengan Bapak. Tanpa mengurangi hormat dan bakti saya pada beliau, saya merasa "jarak" dengan Bapak terlanjur jauh. Jangankan menjadi “Teman”, menjadi “Ayah dan Anak” saja saya baru merasakannya setelah saya cukup dewasa. Nyaris tidak ada komunikasi antara saya dengan Bapak. Meski sekarang saya berusaha mengambil hati beliau, dan beliau juga tampak seperti ingin memiliki kedekatan dengan saya namun itu tidak pernah bisa menebus puluhan tahun waktu yang terlewat. Mengingat ini membuat mata saya hangat dan bertelaga.

Bila kelak Allah ijinkan saya memiliki anak-anak, saya ingin anak-anak saya menjadikan Ayah dan Ibu mereka sebagai teman dan sahabat pertama mereka sebelum mereka menemukan teman di tempat bermain atau di sekolah. Ketika sahabat mereka datang dan pergi silih berganti, mereka selalu dapat menemukan sahabat sejati menunggu di rumah, siap mendengarkan segala curhat mereka kapan saja dan tentang apa saja.

Saya kurang tahu, apakah menjadi ayah dari seorang anak laki-laki lebih mudah daripada menjadi Ayah dari seorang anak perempuan. Tapi apapun amanah yang Allah percayakan, semoga hanya saya anak perempuan terakhir di dunia ini yang pernah merasakan “berjarak” dengan ayahnya sendiri, dan tidak ada lagi ayah di dunia ini yang menyesal di hari tuanya karena hanya sedikit atau bahkan tidak mengenal putra-putri mereka.

Salam hormat buat Ayahanda tercinta, serta seluruh lelaki yang telah menjadi ayah. Kami, anak-anak perempuanmu, tidak hanya membutuhkan materi, tapi kami butuh pelukan, usapan di kepala atau sekedar sedikit waktu untuk menyawab pertanyaan kehidupan yang semakin pelik.

raya_fitrah@yahoo.com

Berikan kami al-qur'an bukan coklat


Dua Pasang Mata di Tengah Salju: Al Qur’an Bukan Cokelat!

(Banyak yang sebenarnya harus saya catat ketika bekerja menemani anak-anak di berbagai daerah dan negara. Namun,cerita yang satu ini amat berkesan. Menohok konsep diri.)

Anak-anak hebat tidak selamanya lahir dari fasilitas yang serba lengkap, bahkan sebagian dari mereka disembulkan dari kehidupan sulit yang berderak-derak. Mereka tumbuh dan berkembang dari kekurangan.

Pada sebuah musim dingin yang menggigit, di sebuah pedalaman, di belahan timur Eropa, kisah ini bermula. Kejadian menakjubkan, setidaknya bagi saya.

Salju bagai permadani putih dingin menyelimuti pedalaman yang telah kusut masai dirobek perang yang tak kunjung usai. Dentuman bom dan letupan senjata meraung-raung dimana-mana. Sesekali, terdengar ibu dan anak menjerit dan kemudian hilang.

Di tenda kami, puluhan anak duduk memojok dalam keadaan teramat takut. Sepi. Takada percakapan. Takada jeritan. Hanya desah pasrah merayap dari mulut mereka terutama ketika terdengar letupan atau ledakan.

Di luar, selimut putih beku telah menutup hampir semua jengkal tanah. Satu-dua pohon perdu masih keras kepala mendongak, menyeruak. Beberapa di antara kami terlihat masih berlari ke sana-kemari. Memangku anak atau membopong anak-anak yang terjebak perang dan musim dingin yang menggigit tulang.

Tiba-tiba dari kejauhan, saya melihat dua titik hitam kecil. Lambat laun, terus bergerak menuju tenda kami. Teman di samping yang berkebangsaan Mesir mengambil teropong.

“Allahu Akbar!” teriaknya meloncat sambil melemparkan teropong sekenanya.

Saya juga meloncat dan ikut berlari menyusul dua titik hitam kecil itu. Seperti dua rusa yang dikejar Singa Kalahari, kami berlari.

Dari jarak beberapa meter, dapat kami pastikan bahwa dua titik hitam kecil itu adalah sepasang anak. Anak perempuan lebih besar dan tinggi dari anak lelaki. Anak perempuan yang manis khas Eropa Timur itu terlihat amat lelah. Matanya redup. Sementara, anak lelaki berusaha terus tegar.

“Cokelat …,” sodor teman saya setelah mereka sampai di tenda penampungan kami.

Anak yang lebih besar dengan mata tajamnya menatap teman saya yang menyodorkan sebungkus cokelat tadi.

Teman saya merasa mendapat perhatian maka dia semakin semangat menyodorkan cokelat. Diangsurnya tiga bungkus cokelat ke kepalan tangan anak yang kecil (yang ternyata adalah adiknya).

Sang Kakak dengan cepat dan mengejutkan kami mengibaskan tangannya menolak dua bungkus cokelat yang diberikan. Teman saya yang berkebangsaan Mesir itu terkesiap.

“Berikan kami Al Qur’an, bukan cokelat!” katanya hampir setengah berteriak.

Kalimatnya yang singkat dan tegas seperti suara tiang pancang dihantam berkali-kali.

Belum seluruhnya nyawa kami berkumpul, sang Kakak melanjutkan ucapannya,

“Kami membutuhkan bantuan abadi dari Allah! Kami ingin membaca Al Qur’an. Tapi, ndak ada satu pun Al Qur’an.”

Saya tercekat apalagi teman saya yang dari Mesir. Kakinya seperti terbenam begitu dalam dan berat di rumput salju. Kami bergeming.

Dua titik hitam yang amat luar biasa meneruskan perjalanannya menuju tenda pengungsi. Mereka berusaha tegap berjalan.

“Al Qur’an! Al Qur’an! Bukan cokelat! Bukan Cokelat!” kata anak perempuan setengah berteriak ke beberapa teman lain yang sedang mengurus pengungsi.

Saya dan teman Mesir yang juga adalah kandidat doktor ilmu tafsir Al Qur’an Universitas Al Azhar Kairo itu kaku.

[Takakan pernah terlupakan kejadian di sekitar Mostar ini. Meski musim dingin dan dalam dentuman senjata pembunuh yang tak terkendali, angsa-angsa terus berenang di sebuah danau berteratai yang luar biasa indahnya. Beberapa anak menangis dipangkuan. Darah menetes. Beberapa anak-anak bertanya, dimana ayah dan ibu mereka. (Saya ingin melupakan tahunnya.)]

== disalin dari:
“Aku Mau Ayah! Mungkinkah tanpa sengaja anak Anda telah terabaikan? 45 Kisah Nyata Anak-Anak Yang Terabaikan“, bab “Dua Pasang Mata di Tengah Salju: Al Qur’an Bukan Cokelat!” (hal 83-86)
Penulis: Irwan Rinaldi.
Penerbit: Progressio Publishing.
Cetakan Pertama, Juni 2009

Ukhti Apakah Engkau Menginginkan Kebahagiaan



Ukhti (Saudariku) Muslimah,

Sesungguhnya kebahagiaan itu semuanya ada dalam ketaatan kepada Allah . Kebahagiaan seluruhnya ada di dalam meniti di atas manhaj (jalan) Allah dan di jalan Rasulullah, Allah berfirman:

Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Al-Ahzab: 71)

Sesungguhnya kesengsaraan (kemalangan) seluruhnya ada dalam kemaksiatan kepada Allah dan kebinasaan seluruhnya ada pada selain manhaj Allah dan Rasul-Nya, Allah berfirman:

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36)

Saudariku Muslimah,

Allah telah memuliakanmu, mensucikanmu dan mengangkat kedudukanmu. Tidak ada ajaran manapun yang lebih tinggi mengangkat derajat wanita selain ajaran Islam. Bahkan Allah banyak menurunkan hukum-hukum yang khusus berkenaan dengan masalah wanita di dalam kitab-Nya yang mulia. Sedangkan sebelum Islam, wanita dijadikan barang dagangan yang murah dan hina, bagaikan perhiasan yang tidak ada nilainya. Hina di mata walinya, hina di mata keluarganya, serta dihina kan oleh masyarakat. Oleh karena itu terkadang ia diperlakukan seperti binatang, bahkan perlakuan mereka terhadap binatang lebih baik daripada memperlakukan wanita.

Sesungguhnya engkau, wahai saudariku muslimah, tidak akan mendapatkan kemuliaan kecuali dalam agama ini, maka berpegang teguhlah (dalam agama ini) dan dengarkanlah firman Allah yang telah menceritakan kisah orang terdahulu, mestilah engkau selalu mengingatnya agar engkau memuji Allah atas kenikmatan yang engkau dapatkan.

Allah berfirman:

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah ia akan memelihara dengan menanggung kehinaan, ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl: 58-59)

Saudariku Muslimah,

Sesungguhnya musuh-musuhmu banyak sekali, dan sesungguhnya orang yang ingin memanfaatkanmu dalam upaya meruntuhkan agama, rasa malu dan keutamaan banyak sekali, dan boleh jadi mereka itu dari kalangan kita sendiri.

Salah seorang dari mereka (musuh-musuh Islam) berkata: “Tidaklah keadaan negeri Timur menjadi makmur melainkan apabila seorang pemudi melepaskan hijabnya dan membenamkan (menguburkan) Al-Qur’an dengannya!”. Sesungguhnya dengan hal itu mereka ingin mengeluarkanmu menuju kesengsaraan dan kebinasaan, mereka mengajakmu menuju neraka Jahanam. Maka jika engkau menyambut mereka, mereka akan melemparkanmu ke dalamnya. Mereka ingin agar engkau menjadi wanita durhaka, yang berbuat fasiq dan membuka aurat.

Mereka berusaha menggiringmu. Mereka menunggumu dengan sangat sabar agar engkau melepaskan abaya (pakaian muslimah) serta melepaskan hijab dengan segala konsekuensinya, yaitu melepaskan keimanan, rasa malu dan kesucian, kemudian engkau akan meninggalkan kewajiban-kewajiban lain nya. Pada saat itu, perbuatanmu tersebut menyenangkan mereka (para musuh), mereka mempermainkanmu seperti anak-anak bermain dengan bola, dan mereka mempermainkanmu seperti anjing-anjing bermain-main dengan bangkai, semoga Allah menjagamu dari mereka.

Saudariku Muslimah,

Buatlah mereka menjadi marah, dengan tidak memperhatikan mereka dan tidak mendengar kan mereka, buatlah mereka menjadi bersedih dengan keteguhanmu berpegang pada agama mu, dengan menjaga rasa malumu dan beriltizam (berpegang teguh) dengan hijabmu.

Saudariku Muslimah,

Sesungguhnya sebagian wanita meggambarkan bahwa sufur adalah membuka muka wanita saja, tidak…tidak ini saja. Sesungguhnya termasuk sufur adalah pakaian yang ketat, yang pendek dan yang tipis. Sesungguhnya termasuk sufur adalah memakai wangi-wangian ketika keluar menuju tempat-tempat yang di dalamnya ada laki-laki. Sesungguhnya termasuk sufur adalah memakai pantalon (celana panjang). Apakah engkau tidak mendengar sabda Nabi :

Dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihat keduanya… (dan beliau menyebutkan): Para wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang, mereka menyimpang dari jalan yang benar dan memperlihatkan kejelekan mereka kepada orang lain, kepala mereka seperti punuk unta yang miring mereka tidak akan memasuki surga, dan mereka tidak akan mendapatkan bau surga, sesungguhnya bau surga tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian. (HR. Muslim).

Para ulama berkata: makna para wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang adalah bahwa mereka memakai pakaian akan tetapi pakaian-pakaian itu ketat, tipis atau tidak menutup seluruh badan.

Saudariku Muslimah,

Agamamu adalah bentengmu yang amat kokoh, (untuk) memelihara kesucian, rasa malumu dan kemuliaanmu. Agamamu memerintahkanmu untuk berhijab dan memiliki rasa malu. Kapan saja engkau meninggalkan perintah ini, maka engkau akan ditimpa adzab Allah di akhirat sedangkan di dunia engkau menjadi mangsa serigala-serigala manusia yang ingin mencuri kesucianmu agar engkau merasakan kesusahan (kesedihan) sepanjang hidup. Akan tetapi sebagian akhwat -semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka- telah mendengar seruan serigala-serigala itu, tetapi malah bekerja untuk mereka.

Saudariku Muslimah,

Takutlah engkau kepada Allah dan laksanakanlah tugas-tugas yang Dia wajibkan kepadamu. Apabila hatimu mengeras maka ingatlah bencana yang telah menimpa orang lain. Engkau tidak tahu kapan bencana itu akan datang kepadamu, sesungguhnya itu adalah maut yang pasti terjadi.

Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali-Imran: 185)

Ingatlah wahai wanita hamba Allah, pada hari di mana engkau diletakkan dalam kuburan, dalam lubang yang gelap dan sepi itu. Ingatlah ketika sangkakala ditiup dan engkau dikumpulkan bersama para makhluk dalam keadaan tidak memakai alas kaki, telanjang dan kebingungan. Matahari benar-benar akan dekat darimu kurang lebih satu mil, dan engkau akan dipanggil dengan namamu diantara para makhluk untuk dihisab.

Bagaimana keadaanmu ketika itu wahai hamba Allah Di mana persiapanmu wahai wanita yang lalai Apakah mode-mode pakaian akan bermanfaat ketika itu Apakah lagu, sinetron, film dan majalah-majalah (yang merusak) akan bermanfaat Apakah barang-barang permata akan bermanfaat

Tidak demi Allah, hal itu tidak akan memberikan manfaat sedikitpun selamanya. Yang bermanfaat hanyalah kebaikan-kebaikan, dan amal-amal shalih, setelah mendapatkan rahmat dari Rabb bumi dan langit.

Ingatlah, bertaqwalah kepada Allah, wahai engkau yang bercampur baur dengan laki-laki. Bertaqwalah kepada Allah, wahai engkau yang keluar (rumah) dalam keadaan memakai wangi-wangian menuju pasar-pasar dan jalan-jalan. Bertaqwalah kepada Allah wahai engkau yang menawarkan dirimu untuk berkhalwat (menyendiri) dengan laki-laki asing.

Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita melainkan setan menjadi orang yang ketiga (diantara) keduanya.

Bertaqwalah kepada Allah wahai engaku yang mendidik anak-anakmu dengan pendidikan yang tidak baik/ benar. Engkau tidak mengingatkan mereka dengan ketaatan kepada Allah, tidak menasehati mereka dan tidak menunjukkan mereka pada apa-apa yang dapat memberikan manfaat di dunia dan di akhirat. Bertaqwalah kepada Allah dan jagalah dirimu dari menjadi barang mainan orang-orang yang lemah iman. Bertaqwalah kepada Allahdan kembalilah pada petunjuk sebelum datang suatu hari yang pada hari itu hati-hati dan pandangan-pandangan (mata) dibalikkan. Ketahuilah bahwa adzab Allah sangat keras, dan sesungguhnya engkau -demi Allah- tidak akan kuat merasakan adzab neraka.

Sesungguhnya gunung-gunung jika dilewatkan pada neraka maka dia akan meleleh karena kuatnya panas neraka. Maka dimana engkau wanita yang lemah dibandingkan dengan gunung-gunung yang perkasa dan kokoh Sesungguhnya engkau mampu bersabar atas rasa lapar dan haus, dan engkau mampu bersabar atas bahaya. Akan tetapi demi Allah yang tidak ada ilah (sesembahan) selain Dia, tidak ada kesabaran bagimu terhadap neraka. Ingatlah, mka selamatkanlah dirimu dari neraka sebelum terlambat. Ketahuilah bahwa dunia ini pasti akan berlalu dan akhirat adalah tempat yang kekal.

Semoga Allah memberimu taufiq kepada apa-apa yang dicintai dan diridhai oleh-Nya, dan semoga Allah memberikan manfaat kepadamu dari apa-apa yang engkau dengar dan engkau baca, dan semoga Allah menjadikannya sebagai pendukung bagimu bukan sebagai bumerang atasmu.

Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad , keluarganya dan para sahabatnya seluruhnya.

Oleh: Syaikh Ali Bin Abdul Khaliq al-Qorny
Maraji’: as-Sunnah edisi 08/ Th V/ 1422H – 2001M, dari salafyoon-online
Share By: http://ummusalma.wordpress.com

Senin, 01 Februari 2010

Perang Badar Kubra bag.2


Di tengah perjalanan, tepatnya di lembah al-Wabirah, seorang laki-laki musyrik datang menjumpai beliau. Ia terkenal sebagai seorang pemberani dan kuat. Ia meminta kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam agar diperbolehkan bergabung dengan pasukan muslimin untuk berperang. Akan tetapi, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Pulanglah! Aku tidak akan pernah meminta pertolongan kepada seorang musyrik." Pada saat beliau berada di dekat pohon. Laki-laki ini mengungkapkan keinginannya untuk kedua kali. Pada saat beliau tengah berada di padang pasir, laki-laki ini kembali mendatanginya dan mengungkapkan keinginan­nya untuk yang ketiga kali. Akan tetapi, beliau tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Akhirnya, laki-laki tersebut masuk Islam dan beliau pun baru mengizinkannya ikut bergabung.
Ketika hampir sampai di Shafra, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam mengutus Basbas al-Juhni dan Adi ibn Abi Zaghaba al-Juhni ke Badar untuk mengecek dan mencari informasi tentang Abu Sufyan dan kafilah­nya.

Riwayat lain menuturkan: Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar sendiri yang berangkat untuk melakukan tugas pengintaian ini. Lantas, keduanya dengan seorang lelaki tua. Kepada orang itu, keduanya menanyakan keadaan pasukan kaum Quraisy. Namun, orang itu meminta agar beliau dan Abu Bakar mengatakan terlebih dahulu siapa mereka sebenarnya. Keduanya sepakat dengan syarat itu, tetapi setelah orang itu memberikan informasi yang mereka inginkan. Maka, laki­-laki itu mengabarkan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bahwa pasukan Quraisy telah mendengar kedatangan Muhammad dan para sahabatnya pada hari 'ini' dan 'itu'. "Apabila kalian ingin membuktikan, silahkan lihat mereka (kaum muslimin) di tempat 'ini'(tempat kaum muslimin saat itu berkemah)," ucapnya. Kemudian ia menambahkan, "Bila kalian ingin melihat keberadaan pasukan Quraisy, datanglah ke tempat ini (tempat kaum Quraisy berkumpul waktu itu)."

Setelah itu, orang itu berkata, "Nah, sekarang katakanlah, dari mana kalian berdua ini?" Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Kami dari daerah perairan." Kemudian keduanya langsung beranjak pergi meninggalkan orang itu penuh penasaran. "Dari daerah perairan? Apakah mereka dari Irak?" tanyanya dalam hati.

Pada sore harinya, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam mengutus Ali, Zubair, dan Sa'ad ibn Abi Waqqash dengan disertai beberapa orang sahabat untuk mencari informasi tentang gerakan dan keadaan musuh. Kemudian, di sebuah mata air mereka bertemu dengan dua orang pemuda yang bertugas menyediakan air minum pasukan Mekah. Maka, mereka pun membawa kedua pemuda itu ke hadapan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam. Namun, saat itu beliau tengah melaksanakan shalat. Akhirnya, kedua pemuda itu langsung diinterogasi oleh para sahabat. Ketika ditanya tentang siapa mereka, keduanya mengaku sebagai penyedia air minum Pasukan Quraisy. Namun, para sahabat belum percaya dengan jawaban kedua pemuda tersebut. Bahkan, mereka mengira keduanya telah berbohong. Sebab, mereka masih meyakini keduanya adalah budak milik Abu Sufyan. Pasalnya, saat itu pikiran dan bayangan para shahabat masih tertuju kepada kafilah dagang Quraisy. Lantas, mereka pun beramai­-ramai memukuli dua pemuda itu hingga dengan terpaksa mengaku sebagai budak milik Abu Sufyan.

Selesai shalat, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjumpai para sahabatnya dan mencela perbuatan mereka. Sebab, mereka justru memukuli keduanya saat berkata jujur dan membiarkan keduanya ketika berdusta. Kemudian, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menanyakan kepada keduanya tentang tempat pasukan Mekah berada. Kedua pemuda itu menjawab, "Mereka berada di balik bukit pasir ini, tepatnya di bibir lembah yang paling ujung."

Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menanyakan jumlah dan kesiapan tentara Quraisy, keduanya tidak dapat mengatakannya dengan pasti. Keduanya hanya mengatakan, bahwa setiap hari mereka menyembelih unta dan kambing antara sembilan sampai sepuluh ekor. Dari sini, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menyimpulkan bahwa jumlah mereka sekitar sembilan ratus sampai seribu tentara. Selain itu, kedua budak laki-laki tersebut memberitahukan kepada beliau nama-nama pembesar Mekah yang ada di dalam pasukan Quraisy.

Maka, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepada para sahabatnya, "Itulah Mekah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya." Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam mengatakan hal itu seraya menunjuk pada tempat-tempat yang akan menjadi tempat terbunuhnya pemimpin bangsa Quraisy. Dan kemudian terbukti, tempat kematian mereka tidak jauh dari yang ditunjukkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam.

Pada malam harinya, Allah menurunkan hujan untuk mensuci­kan kaum muslimin dan menaklukkan bumi di bawah kaki mereka. Sebaliknya, hujan tersebut menjadi bencana besar bagi kaum musyrikin. Dalam menggambarkan kondisi pada waktu itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. Al-Anfal: 11)

Salah satu nikmat yang juga telah Allah berikan kepada kaum muslimin adalah rasa kantuk yang menjadikan mereka merasa tentram dan tenang, sebagaimana yang tertulis pada awal ayat yang menje­laskan diturunkannya hujan, "(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentramanan dari pada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit .... "

Kisah serupa juga diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang sampai kepada Anas ibn Malik. Ia mengatakan: Abu Thalhah menceritakan: Kami tiba-tiba mengantuk. Padahal, saat itu kami tengah berada di barisan-barisan kami untuk menghadapi perang Badar. Aku termasuk salah seorang yang dilanda rasa kantuk itu hingga pedang yang ada di genggamanku terjatuh dan kemudian aku mengambilnya. Namun, pedang tersebut kembali terjatuh dan aku pun mengambilnya

Allah juga memberikan nikmat yang begitu besar kepada kaum Muslimin, yaitu dengan menciptakan perselisihan di tengah-tengah barisan musuh mereka. Tentang hal ini, Ahmad menuturkan: Sesungguhnya Atabah ibn Rabi'ah telah membujuk beberapa orang dari kaumnya untuk meninggalkan peperangan dengan mengingatkan mereka tentang akibat dan bahaya yang akan melanda mereka. "Ketahuilah, sesungguhnya kaum muslimin nanti itu akan berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan," ucapnya memberi alasan. Mendengar hal itu, Abu Jahal menuduh Rabi'ah ketakutan.

Sementara itu, Bazzar menceritakan: Saat itu Atabah berkata kepada kaumnya, "Sesama saudara akan saling membunuh satu sama lain. Sungguh, hal itu akan meninggalkan kepahitan yang tak akan pernah hilang selamanya." Maka, Abu Jahal pun menuduhnya takut. Tentu saja, ia tak terima dengan tuduhan itu. Lalu ia memanggil saudara laki-laki dan putranya untuk bermain anggar dengan dirinya dengan satu lawan dua.

Saat itu, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam melihat Atabah sedang mengendarai unta merah. Kemudian, beliau bersabda, "Bila mereka ingin selamat, seharusnya mereka mengikuti perkataan si penunggang unta merah itu. Sungguh, bila mereka mendengar perkataannya, niscaya mereka akan selamat." Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Mereka mengingkari dan tidak mematuhi saran Atabah. Dan sarannya itu terpotong oleh dendam kesumat Abu Jahal terhadap Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin.

Sumber: As-Sirah an-Nabawiyyah fii Dhau'i al-Mashaadir al-Ashliyyah: Diraasah Tahliiliyyah

Perang Badar Kubra bag.1


Alkisah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menerima kabar bahwa sebentar lagi kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan akan melintas dari perjalanan pulang mereka dari Syam. Maka, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam mengumpulkan kaum muslimin dan kemudian bersabda kepada mereka, "Kafilah bangsa Quraisy sebentar lagi akan lewat. Mereka pasti membawa harta. Maka pergilah kalian untuk memerangi mereka! Semoga Allah memberikan kalian kekuatan untuk mengkocar-kacirkan mereka."
Sementara itu, Abu Ayyub al-Anshari meriwayatkan: Pada saat kami berada di Madinah, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Aku telah mendapatkan kabar bahwa kafilah Abu Sufyan tak lama lagi akan datang dari Syam. Maka, sepakatkah kalian bila kita menghadang dan menyerang mereka? Sebab, bisa jadi Allah akan memberikan kita kekuatan untuk mengambil harta rampasan dari mereka." Kami menja­wab, "Ya, kami sepakat." Lalu beliau pun berangkat dan kami ikut bersama beliau."

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam saat itu tidak mengajak seluruh kaum muslimin; untuk pergi berperang. Beliau hanya mengajak orang-orang yang hadir di hadapan beliau waktu itu. Bahkan, beliau saat itu sempat tidak mengizinkan orang-orang dari dataran tinggi Madinah untuk datang ke perkumpulan itu. Maka dari itu, beliau pun juga tidak mencela siapa saja yang tidak hadir dan tidak mengikuti peperangan ini."

Jumlah kekuatan kaum muslimin saat itu adalah 313 sampai 317 orang. Mereka terdiri dari kaum Muhajirin 82 atau 86 orang, Bani Aus 61 orang, dan kalangan Khazraj 170 orang. Mereka berja­lan dengan hanya membawa 2 kuda dan 70 unta. Maka, setiap dua orang atau tiga saling bergantian dalam mengendarai satu unta.


Alkisah, Abu Lubabah dan Ali bin Abi Thalib saat itu satu kelom­pok dengan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dengan satu unta. Lalu, ketika giliran. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam untuk berjalan kaki tiba, keduanya berkata, "Kami akan tetap berjalan mengawalmu." Mendengar ucapan itu, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab,

"Tetapi, kalian berdua tidaklah lebih kuat dariku dan aku bukanlah orang yang mampu memberikan upah kepada kalian."


Di tengah perjalanan, tepatnya ketika mereka baru sampai Rauha, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam memanggil Abu Lubabah dan memerin­tahkannya untuk kembali ke Madinah. Sebelum itu, beliau memerintah­kan Abdullah ibn Ummi Maktum berazan untuk melaksanakan shalat. Sedangkan orang yang menggantikan posisi Abu Lubabah menemani Rasulullah dalam regunya adalah Martsad ibn Abi Martsad.

Ketika Abu Sufyan menyadari akan bahaya yang mengintai rombongannya, ia mengutus Dhamdham ibn Amru al-Ghaffari agar pulang ke Mekah untuk meminta bala bantuan dari bangsa Quraisy. Dhamdham pun segera pergi ke Mekah.

Sesampainya di Mekah, ia menghentikan untanya sambil menutup hidungnya dan berupaya mengendalikan untanya. Lalu, ia merobek pakaiannya dan kemudian berteriak, "Wahai orang-orang Quraisy! Celaka, celaka! Harta kalian yang ada di Abu Sufyan sedang diintai Muhammad dan para sahabatnya. Aku tidak yakin kalian akan mendapatkannya kembali, maka selamatkanlah, selamatkanlah mereka!"

Orang-orang Quraisy pun bergegas berangkat pergi untuk membantu kafilah mereka. Di samping itu, mereka juga ingin bertemu secara langsung dengan kaum muslimin dalam sebuah pertempuran. Mereka berharap, bahwa pertempuran kali itu akan menyudahi, kekuatan kaum muslimin yang selama ini selalu merintangi jalur perdagangan mereka. Tidak ada satu pun para pembesar bangsa Quraisy yang tidak ikut dalam penyerbuan kali itu selain Abu Lahab. Namun, ia telah mengutus Ash ibn Hisyam untuk menggantikan posisinya. Ash melakukan hal tersebut sebagai ganti dari hutang yang dimilikinya yang berjumlah sekitar 4.000 dirham. Selain Abu Lahab, tidak ada satu pun keturunan bangsa Quraisy yang tidak hadir dalam peperangan tersebut kecuali Bani Adi.

Jumlah mereka mencapai 1.300 orang. Mereka membawa 100 tentara berkuda, 600 tentara berbaju besi, dan sejumlah unta yang sangat banyak jumlahnya. Pasukan bangsa Quraisy ini dipimpin oleh Abu Jahal.

Ketika merasa khawatir dengan ancaman Bani Bakar yang akan melakukan tindakan makar karena permusuhan suku ini terhadap bangsa Quraisy selama ini, kaum Quraisy hampir saja kembali ke Mekah dan mengurungkan niat mereka. Akan tetapi, tiba-tiba Iblis muncul dengan menyamar sebagai Suraqah ibn Malik al-Madlaji, pemimpin Bani Kinanah. Ia berkata kepada orang-orang Quraisy, "Aku adalah pendukung kalian dari Bani Kinanah. Dan aku menjamin tidak akan ada serangan apapun terhadap kalian dari Bani Kinanah." Lalu, Mereka pun dengan mantap meninggalkan kota Mekah sebagaimana diceritakan Allah dalam firman-Nya:

"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia, serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Anfal: 47)


Alkisah, tiga hari sebelum kedatangan Dhamdham ibn Amru di Mekah untuk menyampaikan pesan Abu Sufyan, Atikah binti Abdul Muthalib telah memimpikan peristiwa tersebut. Ia berkata, "Aku melihat seorang laki-laki datang dengan menunggang untanya. Kemudian, ia berdiri di sebuah lembah yang sangat luas dan berkata, 'Wahai ahli Badar, berangkatlah untuk berperang selama tiga hari."

Lalu ia menceritakan mimpi itu sebagaimana berikut: Aku melihat orang itu mengambil sebongkah batu besar dan menjatuhkannya dari puncak gunung. Maka, batu itupun meluncur ke bawah hingga hancur berkeping-keping. Akibatnya, setiap rumah atau bangunan yang kemasukan oleh kepingannya pun hancur.

Dalam kisah ini diceritakan pula bantahan Abbas terhadap Abu Jahal ketika ditanya, "Mengapa semua ini bisa terjadi!", keinginannya untuk mencibir Abu Jahal dan keacuhan Abu Jahal terhadapnya ketika Dhamdham datang dan mengajak bangsa Quraisy untuk mencegah kaum muslimin untuk merampas kafilah mereka. Demikianlah, akhirnya mereka pun bersiap-siap dan kemudian pergi menuju Badar. Dan Allah membenarkan mimpi Atikah tersebut.

Abu Sufyan selalu teringat dengan berbagai bahaya yang berulang kali akan dilancarkan kaum muslimin terhadap dirinya. Karena itu, ketika kafilahnya sudah hampir mendekati Badar, ia menemui Majdi ibn Amru dan menanyakan keberadaan pasukan Rasulullah. Majdi mengatakan, bahwa dirinya baru saja melihat dua orang pengendara unta menderumkan kedua untanya di atas anak bukit. Lalu, keduanya menuangkan air ke tempat minum mereka dan kemudian pergi lagi.

Maka, Abu Sufyan bergegas mendatangi tempat menderumnya kedua unta mereka dan mengambil kotoran keduanya. Lalu, ia meremukkannya hingga mengetahui bahwa kedua unta itu berasal dari Madinah. Lantas, dengan cepat Abu Sufyan mengalihkan rombongannya dari jalan utama yang biasa mereka lalui dan terletak di sebelah kiri Badar. Kemudian, ia membawa kafilahnya menyusuri jalan di tepi pantai yang berada di bagian Barat. Walhasil, akhirnya ia selamat dari bahaya yang mengancamnya. Setelah itu, ia mengirim surat susulan kepada pasukan bangsa Quraisy yang tengah berada di Juhfah. Di dalam surat itu, ia memberitahukan keselamatannya dan mempersilahkan mereka untuk kembali ke Mekah.

Pasukan kaum kafir Mekah pun bersiap-siap untuk kembali. Akan tetapi, Abu Jahal menolak langkah itu. "Demi tuhan! Kita tidak boleh pulang sebelum kita sampai di Badar dan menetap di sana selama tiga hari. Kita akan menyembelih kambing, makan, minum khamr, dan dihibur oleh para penyanyi wanita. Ini, kita lakukan agar orang­-orang Arab (kaum muslimin) mengetahui keberadaan, arah perjalanan, dan tujuan kita, sehingga mereka tidak berani lagi mengusik kita selamanya. "

Seluruh pasukan Mekah mengikuti perintah Abu Jahal tersebut, kecuali Akhnas ibn Syariq. Ia bersama kaumnya dari Bani Zahrah kembali ke Mekah. Selain Akhnas, Ali ibn Abi Thalib juga ikut kembali ke Mekah. Pasalnya, sebuah pembicaraannya dengan kaum Quraisy, mereka telah menuduh Bani Hasyim masih menjalin hubungan kekerabatan dengan Muhammad.

Lalu, bangsa Quraisy terus berjalan sampai mendekati wilayah Badar. Tepatnya, di balik bukit pasir pada bagian bibir lembah paling jauh, sampai ke bagian lembah Badar.

Ketika kedatangan pasukan Quraisy di Badar ini sampai ke telinga Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, beliau berunding dengan para sahabatnya tentang langkah apa yang harus mereka lakukan. Ternyata, salah satu kelompok dari pasukan kaum muslimin merasa khawatir bahwa mereka belum siap menghadapi perang sebesar itu. Karena, menurut mereka ini, kekuatan kaum muslimin belum memiliki kemampuan dan perbekalan yang cukup untuk menghadapi perang tersebut. Demikianlah, mereka terus mendebat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam.

"Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu dengan kebenaran sesudah nyata ( bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu)." (QS. Al-Anfal: 5-6) untuk meyakinkan pandangan mereka terhadap beliau. Maka dari itu, Allah berfirman, Kemudian, para pemimpin pasukan Muhajirin angkat bicara. Mereka mendukung pendapat yang menyatakan mereka harus tetap berangkat bertempur menyerang kaum Quraisy. Pendapat ini terlontar dari Abu Bakar, Umar, dan Miqdad ibn Amr. Salah satu perkataan Miqdad adalah, "Rasulullah, laksanakan apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu, kami akan selalu menyertaimu. Demi Allah, kami tidak akan mengulangi perkataan Bani Israel kepada Musa, 'Berpe­ranglah kamu dan Tuhanmu, karena kami akan tetap diam di sini!' Sungguh, kami hanya akan berkata, 'Pergilah kamu dan Tuhanmu, dan sesungguhnya para pasukan perang telah bersiap menyertai kalian berdua! Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya kamu membawa kami ke sebuah tempat yang tertutup (telah dikepung musuh) pun, niscaya kami akan tetap berperang bersamamu tanpa memperdulikan mereka semua'."

Dalam riwayat lain, mereka berkata,

"Kami tidak akan mengu­capkan kata-kata yang diucapkan oleh kaum Musa, 'Pergilah engkau dan Tuhanmu. Berperanglah kalian berdua!' Sebab, sesungguhnya kami akan berperang di samping kanan, kiri, depan, dan belakangmu."

Ucapan Miqdad tersebut membuat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bahagia.

Setelah mendengar pernyataan beberapa pemimpin pasukan kaum Muhajirin, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berkata, "Wahai orang-orang, siapa lagi yang akan melontarkan pendapatnya kepadaku?" Pertanyaan ini Rasulullah maksudkan untuk memancing pendapat dan pandangan dari para pemimpin pasukan Anshar. Sebab, mereka adalah bagian terbesar dari tentara Islam waktu itu. Di samping itu, karena perjanjian Aqabah Kubra pada dasarnya juga tidak mewajibkan masyarakat Anshar untuk melindungi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam di luar kota Madinah.

Lantas, Sa'ad ibn Muadz-pembawa bendera Anshar-pun angkat suara. Ia memahami maksud perkataan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam tersebut. Maka, ia pun segera bangkit dan berkata, "Demi Allah, benarkah yang engkau maksudkan adalah kami?" Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Benar." Maka Sa'ad berkata, "Kami telah beriman kepadamu, sehingga kami akan selalu membenarkanmu. Dan kami bersaksi bahwa ajaran yang engkau bawa adalah benar. Karena itu, kami berjanji untuk selalu mentaati dan mendengarkan perintahmu. Berangkatlah wahai Rasululah Shalallahu 'alaihi wasallam, jika itu yang engkau kehendaki. Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan nilai-nilai kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu. Sungguh, tidak akan ada satu pun tentara kami yang akan tertinggal dan kami tidak takut sedikit pun kalau memang engkau memper­temukan kami dengan musuh-musuh kami esok hari. Sesungguhnya, kami adalah orang-orang yang terbiasa hidup dalam peperangan dan melakukan pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu berbagai hal dari kami yang dapat memberikan kebahagiaan bagimu. Maka, marilah kita berjalan menuju berkah Allah."

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam merasa bahagia dengan ucapan Sa'ad tersebut hingga beliau semakin bersemangat. Kemudian, beliau berkata, "Berjalanlah kalian (menuju medan perang) dan beritahukan berita gembira ini. Karena, Allah telah menjanjikan kepadaku akan memberi salah satu dari kedua belah pihak. Demi Allah, sekarang ini aku seperti melihat tempat kekalahan kaum (Quraisy)." Lalu, mereka pun berangkat.


Sumber: As-Sirah an-Nabawiyyah fii Dhau'I al-Mashaadir al-Ashliyyah: Diraasah Tahliiliyyah

AJARKAN AKU TENTANG SEBUAH KASIH DUHAI MALAIKAT KECILKU..!!

Sebuah cerita yang sangat mengharukan.. betapa Kasih Sayang dari seorang sahabat kecil ditunjukkan dengan sebuah empati tulus dan pengorbanan..

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran, “Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan.”

Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu, tampak ketakutan air matanya mengalir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India = curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok dan berkata:
“Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.”

Aku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya dan berkata:
“Boleh ayah akan aku makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok, tapi semuanya akan aku habiskan, tapi aku akan minta…” agak ragu2 sejenak… “….akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaanku? ”

Aku menjawab: “Oh, pasti sayang”.

Sindu: “Betul ayah?”

“Yah pasti..” sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan.
Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, “janji” kata istriku.

Aku sedikit khawatir dan berkata:
“Sindu, jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.”

Sindu: “Jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 mahal kok.”

Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya..

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya.

Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin pada hari Minggu!

Istriku spontan berkata: “Permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin!”

Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk: “Sindu, kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak.”

Tapi Sindu tetap dengan pilihannya: - “Tidak ada ‘yah, tak ada keinginan lain.”

Aku coba memohon kepada Sindu:
- “Tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami!”

Sindu, dengan menangis, berkata:
- “Ayah sudah melihat bagaimana menderitanya aku menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan aku. Kenapa ayah sekarang mau menarik perkataan Ayah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral,
bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya raja real memberikan tahta, kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri.”

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku: - “Janji kita harus ditepati..”

Secara serentak istri dan ibuku berkata: - “Apakah aku sudah gila?”

Aku: “Tidak, kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu permintaanmu akan kami penuhi.”

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.

Hari Senin aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya.

Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak: “Sindu, tolong tunggu saya.”

Yang mengejutkanku ternyata kepala anak laki2 itu botak, aku berpikir mungkin “botak” model jaman sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya, seorang wanita keluar dari mobil dan berkata:
“Anak anda, Sindu, benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish, adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia.”

Wanita itu berhenti berkata-kata, sejenak aku melihat air matanya mulai meleleh dipipinya:
“Bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena chemotherapy kepalanya menjadi botak, jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek oleh teman2 sekelasnya. Nah, minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya, saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan, mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”

Aku berdiri terpaku dan tidak terasa air mataku meleleh. Malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang arti sebuah kasih!

Sumber: unknown

Salam dari,
sahabat MKD (MANAJEMEN KUALITAS DIRI)