Pages

Selasa, 19 Oktober 2010

beasiswa riyadh


Imam Muhammad bin Saud Islamic University didirikan pada tahun 1394 H (1974). Sampai saat ini universitas ini memiliki 11 buah fakultas. Lima diantaranya berada di Riyadh sedangkan sisanya tersebar di beberapa wilayah Saudi Arabia. Selain itu, universitas ini juga memiliki Institut Peradilan Islam dan Lembaga Pengajaran Bahasa Arab bagi non Arab. Universitas Imam Muhammad bin Saud pun memiliki cabang di luar negeri. Salah satu cabangnya itu berada di Indonesia, dengan nama Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) yang didirikan sejak tahun 1400 H (1980 M). Selain itu, ia juga mempunyai cabang di Amerika Serikat, Jepang, Djibouti, Ra’s al-Khaimah, dan Mauritania.
Visi dan misi universitas Islam Imam Muhammad bin Saud:

1. Universitas ini merupakan lembaga pendidikan yang berdiri atas asas Syariat Islamiyah.
2. Ikut serta dalam mensukseskan strategi pengajaran dengan memenuhi kebutuhan pengajaran tingkat tinggi.
3. Mengembangkan program penelitian ilmiah, menyusun buku dan kegiatan penterjemahan.
4. Mengabdi kepada masyarakat sesuai dengan spesialisasinya.

Program Pendidikan Bagi Mahasiswa Asing
Universitas ini hanya menerima mahasiswa Indonesia untuk program Diploma dan Pasca Sarjana (Magister dan Doktoral). Mereka tidak menerima mahasiswa untuk jenjang S1 (Sarjana), karena telah memilki program Sarjana di Indonesia, yatiu LIPIA.

Sebagaimana universitas-universitas Arab Saudi pada umumnya, orang asing tidak dapat diterima di universitas ini kecuali jika ia mempunyai beasiswa resmi (minhah rasmiyah) dari universitas. Oleh karena itu, calon mahasiswa asing harus mengajukan lebih dahulu permohonan untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Jika permohonan itu diterima, maka dengan sendirinya mahasiswa akan dapat diterima menjadi mahasiswa di universitas.
Adapun persyaratan pengajuan beasiswa tersebut adalah sebagai berikut:

a. Surat rekomendasi dari Pemerintah Republik Indonesia. Surat ini dapat diperoleh di Departemen Agama Kabupaten/Kodya, Propinsi atau Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh.

b. Fotokopi ijazah S1/S2 yang diakui oleh universitas serta transkrip nilainya.
Catatan: Bagi calon mahasiswa Diploma, nilai ijazah minimal berpredikat jayyid. Sedangkan bagi calon mahasiswa S2/S3, nilai ijazah minimal berpredikat jayyid jiddan (rata-rata 8,00). Dua buah rekomendasi dari dua orang dosen yang pernah mengajarnya selama kuliah di jenjang S1/S2.

c. Mendapat rekomendasi dari lembaga tempat bekerja.
d. Fotokopi surat keterangan kesehatan.
e. Fotokopi surat keterangan berkelakuan baik.
f. Fotokopi akte kelahiran.
g. Pas Photo 4×6 (4 lembar).
h. Fotokopi paspor (bisa menyusul setelah ada tanggapan/permintaan dari universitas).
i. Bagi calon mahasiswa S3 harus menyatakan kesanggupan konsentrasi penuh menyelesaikan studi yang dikuatkan dengan surat tugas belajar.
j. Menyertakan alamat calon mahasiswa di Indonesia (berbahasa Indonesia).
k. Mengajukan surat permohonan kepada rektor.
l. Seluruh berkas diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Untuk ijazah diharapkan diterjemahkan di atas kertas yang mempunyai logo Garuda Pancasila.

Pemerintah Arab Saudi memberikan fasilitas yang cukup lengkap dan memadai bagi para mahasiswa yang belajar di universitas-universitasnya, baik yang berkaitan dengan kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler. Fasilitas ruang belajar full AC, dosen-dosen yang kompeten dan berpengalaman, perpustakaan yang lengkap, suasana kampus yang asri, diktat kuliah gratis (sebagian universitas memberikan bantuan dalam bentuk uang buku per tahun), sarana olah raga dan kesehatan, beasiswa per bulan yang berkisar antara SAR. 842-2500, tiket pesawat pulang-pergi setiap liburan musim panas dan lain sebagainya. Begitu asrama mahasiswa yang sangat nyaman dengan fasilitasnya yang lengkap dimulai dari tempat tidur dan seluruh perlengkapannya, lemari pakaian, meja belajar dan lain-lain.

Foto-foto Universitas Imam Muhammad bin Saud disini
Download Formulir Pendaftaran terbaru disini

Berkas dapat dikirim melalui pos ditujukan ke:

To :
Kingdom of Saudi Arabia
Al-Imam Bin Saud Islamic University
Imadah Syu-un Qabul wa Tasjil
Po. Box. 87902 Riyadh 11652.

ﺍﻠﻤﻤﻠﻜﺔ ﺍﻠﻌﺮﺒﻴﺔ ﺍﻠﺴﻌﻮ ﺩﻴﺔ
ﺠﺎﻤﻌﺔ ﺍﻹ ﻤﺎﻢ ﻤﺤﻤﺪ ﺒﻦ ﺴﻌﻮﺪ
ﻋﻤﺎ ﺪﺓ ﺍﻠﻘﺒﻮﻞ ﻭﺍﻠﺘﺴﺠﻴﻞ
ﺺ.ﺐ ٨٧٩٠٢ ﺮﻴﺎﺾ ١١٦٥٢

Terbuka pula kesempatan mendapat beasiswa dari universitas-universitas berikut:

1. Universitas Islam di Madinah. Untuk informasi lebih lengkap, klik disini.

2. Universitas Ummul Qura di Makkah. Untuk informasi lebih lengkap, klik disini.

Sumber :
1. Al-Kattani, ‘Abdul, Hayyie. “Study in Islamic Countries”. Jakarta:Gema Insani.2009
2. http://abulayth.multiply.com/photos/album/3/Campus_Pix

beasiswa madinah


Menuntut ilmu agama dari sumbernya adalah sebuah kebutuhan yang semakin mendesak seiring dengan semakin jauhnya umat Islam dari ajaran agama mereka. Kerajaan Saudi Arabia yang dikenal dengan gerakan pemurnian ajaran Islam menjadi tujuan banyak pencari ilmu dari semua penjuru jagat. Keberadaan kota Makkah dan Madinah yang merupakan titik tolak dakwah Islam dan selalu identik dengan ulama juga ikut berperan dalam hal ini.

Universitas Islam Madinah (UIM) bisa menjadi salah satu pilihan bagi para pemuda yang haus akan ilmu agama yang murni, juga para orang tua yang memimpikan ada di antara keturunan mereka yang Allah angkat derajatnya dengan ilmu agama. Apalagi, ternyata UIM membuka pintu lebar-lebar bagi para pemuda Islam untuk meraih beasiswa.

Sekilas tentang Universitas Islam Madinah

Universitas Islam Madinah (al-Jami’ah al-Islamiyyah bil Madinah al-Munawwarah) didirikan pada tanggal 25-3-1381 H (6-9-1961), yaitu pada masa pemerintahan Raja Su’ud bin Abdul Aziz Alu Su’ud.

madinah2

Rektor pertamanya adalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim (Mufti Kerajaan Saudi Arabia), kemudian Syaikh Abdul Aziz Bin Baz (Mufti Kerajaan Saudi Arabia), dan saat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Muhammad bin Ali al-’Uqla.

Kurikulumnya digodok oleh para ulama terkemuka dunia Islam, dan saat ini memiliki lima fakultas, yaitu:

1. Fakultas Syariah.

2. Fakultas Dakwah dan Ushuluddin.

3. Fakultas Quran dan Dirasat Islamiyyah.

4. Fakultas Hadits dan Dirasat Islamiyyah.

5. Fakultas Bahasa Arab.

UIM juga membawahi tiga sekolah setingkat SMP dan tiga sekolah setingkat SMA. Menurut buletin Akhbarul Jami’ah, UIM merencanakan untuk merintis fakultas ilmu-ilmu umum dan membuka kampus khusus mahasiswi.

Universitas Islam Madinah merupakan hadiah dari pemerintah Kerajaan Saudi Arabia untuk para pemuda Islam di seluruh penjuru dunia. Hingga tahun 1429 H (2008 M), universitas ini telah meluluskan 20.385 sarjana S1 dari 147 negara, 74 %-nya dari luar Saudi, serta 968 master dan 621 doktor, 47 %-nya dari luar Saudi. Untuk Indonesia secara khusus, UIM telah menelurkan 828 sarjana S1, 19 master, dan 8 doktor.

Bentuk beasiswa

Bentuk beasiswa yang ditawarkan adalah menyelesaikan program S1 tanpa dipungut biaya. Bagi yang belum siap bisa mengikuti program bahasa 1-2 tahun, dan bagi yang berminat, terbuka kesempatan untuk meneruskan hingga program S3. Disamping itu, ada banyak fasilitas yang diberikan kepada mahasiswa yang diterima, antara lain:

1. Kesempatan tinggal di tanah haram dan belajar kepada ulama Haramain.

2. Kesempatan menjalankan ibadah haji dan umrah.

3. Tiket keberangkatan dari negara asal sampai Madinah.

4. Tiket PP ke negara asal setiap liburan akhir tahun.

5. Mukafaah (tunjangan bulanan) yang cukup, sehingga bisa lepas dari tanggungan orang tua.

6. Badal kutub (tunjangan pembelian kitab) setiap tahun.

7. Badal imtiyaz (insentif untuk peraih predikat mumtaz/cum laude) setiap tahun.

8. Badal thiba’ah (tunjangan pencetakan tesis dan desertasi)

9. Asrama yang nyaman dan kondusif.

10. Pelayanan kesehatan di rumah sakit kampus.

11. Transportasi antar jemput dari kampus ke Masjid Nabawi setiap hari

Prosedur pengajuan beasiswa

Ada tiga cara yang bisa ditempuh untuk mengajukan permohonan beasiswa, yaitu:

1. Muqabalah (interview langsung). Cara ini bisa dilakukan di dua tempat:
1. Kampus Universitas Islam Madinah.
2. Tempat penyelenggaraan daurah tahunan di Indonesia. Sejak 2003, daurah tahunan ini tidak diselenggarakan lagi, dan insyaallah mulai tahun ini akan diadakan lagi. Informasi daurah di Indonesia tahun ini bisa diperoleh secara tidak resmi di: http://serambimadinah.com/ atau http://muslim.or.id/

1. Murasalah, yaitu dengan mengirim berkas yang diperlukan ke:

عمادة القبول والتسجيل، الجامعة الإسلامية بالمدينة المنورة، ص. ب. 170، المملكة العربية السعودية.

atau: Deanship of Admission and Registration, Islamic University of Madinah, PO Box 170, Kingdom of Saudi Arabia.

1. Formulir Pendaftaran download disini atau disini

Persyaratan Umum:

1. Beragama Islam dan berkelakuan baik.

2. Komitmen mentaati aturan UIM.

3. Sehat jasmani.

4. Lulus ujian atau muqabalah yang dilakukan pihak UIM.

5. Memiliki ijazah dari sekolah negeri atau swasta yang mendapat akreditasi (mu’adalah) dari UIM. Berarti, ijazah dari sekolah negeri di Indonesia tidak perlu akreditasi.

6. Siap belajar sepenuhnya.

7. Memenuhi setiap persyaratan yang mungkin ditentukan UIM saat mengajukan permohonan beasiswa.

Persyaratan masuk program S1:

1. Memiliki ijazah SMA atau sederajat.

2. Usia ijazah tidak lebih dari 5 tahun.

3. Tidak pernah drop out (DO) dari universitas lain karena sebab akademis atau hukuman.

4. Usia pemohon beasiswa tidak lebih dari 25 tahun.

5. Peminat Fakultas Quran harus memiliki hafalan 30 juz.

Berkas yang diperlukan:

1. Ijazah.

2. Daftar nilai ijazah / rapor tahun terakhir.

3. Syahadah husn sirah wa suluk (surat keterangan berkelakuan baik), diutamakan dari sekolah asal. SKCK dari kepolisian juga bisa dipakai.

4. Akte kelahiran dari instansi terkait.

5. Surat keterangan sehat dari penyakit menular, dikeluarkan oleh instansi resmi.

6. 6 lembar pasfoto ukuran 4 x 6.

7. Tazkiyah (rekomendasi) dari dari 1 lembaga keislaman di negara asal, atau dari 2 tokoh agama yang dikenal, berisi keterangan komitmen menjalankan kewajiban agama dan berpegang kepada adab-adab Islam.

* Catatan: Saat pengajuan permohonan beasiswa, cukup dengan menyerahkan fotokopi berkas yang diperlukan. Diwajibkan menyertakan fotokopi paspor dan visa bagi yang datang langsung ke kampus UIM, dan diutamakan menyertakan fotokopi paspor bagi yang lain.

Foto-foto Universitas Islam Madinah ada disini

Beasiswa di unversitas lain di Saudi Arabia

Terbuka pula kesempatan mendapat beasiswa dari universitas-universitas berikut:

1. Universitas Ummul Qura di Makkah. Untuk informasi lebih lengkap, klik disini.

2. Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh (universitas Islam terbesar dan induk LIPIA Jakarta). Untuk informasi lebih lengkap, klik disini.

Selesai ditulis di Madinah, 9 Sya’ban 1430 H oleh Anas Burhanuddin, mahasiswa Universitas Islam Madinah.

Sumber :

1. www.serambimadinah.com
2. http://www.iu.edu.sa/albumgallery.aspx

beasiswa mekah


`Pada tahun 1369 H Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk mendirikan sekolah tinggi Syari’ah di Mekkah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi pertama di Arab Saudi, yang pada akhirnya menjadi cikal bakal Universitas Ummul Qura. Meski umurnya yang baru, UQU merupakan salah satu universitas yang mempunyai nilai lebih jika dilihat dari letak, sejarah dan prestasinya. UQU telah berkembang menjadi sebuah lembaga akademis yang mempunyai nama dan posisi yang tinggi, terutama dalam bidang ilmu-ilmu syariah, pendidikan (tarbiyah) dan studi Islam, di samping spesialisasi-spesialisasi ilmu-ilmu eksakta.

Pada masa pemerintahan Raja Fahd, UQU berhasil melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas yang cukup signifikan. Pada masa ini, didirikan berbagai fasilitas pendukung dan pembentukan fakultas-fakultas baru. Selain itu jumlah staf pengajar dan mahasiswanya pun meninggkat tajam. Saat ini, Universitas UM sedang dalam tahap penyelesaian proyek Kampus Baru Universitas serta melanjutkan pengembangan dan pembaharuan.

Program Pendidikan Yang Ditawarkan Bagi Mahasiswa Asing
Untuk mahasiswa asing, UQU menawarkan sebuah program belajar bahasa Arab yang berada dalam naungan Lembaga Pengajaran Bahasa Arab. Masa belajar di lembaga ini adalah dua tahun. Materi-materi yang dipelajari adalah:

1. Al-Qur`an, yang mencakup belajar membaca (tajwid), hapalan dan tafsir.
2. Hadits dan ilmu-ilmunya.
3. Bahasa Arab, yang mencakup percakapan (al-muhaadatsah), keterampilan bahasa (al-mahaaraat al-lughawiyyah), fonetik (ash-shautiyyaat), nahwu, sharaf dan balaghah.
4. Akidah (teologi).
5. Fikih.

Program ini mempunyai fasilitas belajar mengajar yang sangat memadai, seperti para dosen spesialis pengajaran bahasa Arab bagi non Arab, laboratorium bahasa, sarana belajar yang berkualitas, perpustakaan khusus untuk pengajaran bahasa Arab bagi non Arab.
Syarat-syarat pendafataran:

1. Fotokopi ijazah Aliyah dengan nilai tidak kurang dari “Sangat Baik” (jayyid jiddan).
2. Fotokopi transkrip nilai.
3. Surat rekomendasi dari organisasi islam atau tokoh masyarakat yang dikenal oleh pihak universitas.
4. Fotokopi paspor.
5. Empat buah pas photo ukuran 4×6.
6. Fotokopi akte kelahiran.
7. Fotokopi surat kesehatan.
8. Umur calon mahasiswa tidak lebih dari 25 tahun.
9. Surat rekomendasi belajar dari Pemerintah Republik Indonesia. Surat ini dapat diperoleh di Departemen Agama Kabupaten/Kodya, Propinsi atau Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh.
10. Terdapat muhrim bagi mahasiswi selama belajar di Mekkah.
11. Seluruh berkas-berkas pendaftaran diterjemahkan ke dalam bahasa Arab atau Inggris dan dilegalisir oleh Kedutaan Besar Kerajaan Saudi Arabia.
12. Berkas-berkas pendaftaran ini diajukan ke Kantor Kedutaan Kerajaan Saudi Arabia di Jakarta.

Catatan: Bagi mahasiswa yang berhasil memperoleh nilai sangat memuaskan (mumtaz) selama pendidikannya di Lembaga Pengajaran Bahasa Arab ini, maka ia berhak untuk meneruskan belajar di program S1 pada salah satu fakultas di Universitas. Fakultas-fakultas yang dapat ia pilih untuk meneruskan program S1-nya tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fakultas Bahasa dan Sastra Arab.
2. Fakultas Syariah.
3. Fakultas Dakwah dan Ushuludin.
Seorang mahasiswa dikatakan lulus jika ia telah berhasil menyelesaikan 120 sks selama empat semester (dua tahun).

Pemerintah Arab Saudi memberikan fasilitas yang cukup lengkap dan memadai bagi para mahasiswa yang belajar di universitas-universitasnya, baik yang berkaitan dengan kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler. Fasilitas ruang belajar full AC, dosen-dosen yang kompeten dan berpengalaman, perpustakaan yang lengkap, suasana kampus yang asri, diktat kuliah gratis (sebagian universitas memberikan bantuan dalam bentuk uang buku per tahun), sarana olah raga dan kesehatan, beasiswa per bulan yang berkisar antara SAR. 842-2500, tiket pesawat pulang-pergi setiap liburan musim panas dan lain sebagainya. Begitu asrama mahasiswa yang sangat nyaman dengan fasilitasnya yang lengkap dimulai dari tempat tidur dan seluruh perlengkapannya, lemari pakaian, meja belajar dan lain-lain.

Foto-foto Universitas Umm Al Qura disini
Download Formulir Pendaftaran terbaru disini

Persyaratan dikirim ke :

Deanship of Admissions and Registration

The Institute of Arabic Language

Umm al-Qura University, P.O. Box 3712

Makkah Mukarramah, Saudi Arabia

Terbuka pula kesempatan mendapat beasiswa dari universitas-universitas berikut:

1. Universitas Islam di Madinah. Untuk informasi lebih lengkap, klik disini.

2. Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh (universitas Islam terbesar dan induk LIPIA Jakarta). Untuk informasi lebih lengkap, klik disini.

Sumber :
1. Al-Kattani, ‘Abdul, Hayyie. “Study in Islamic Countries”. Jakarta:Gema Insani.2009
2. http://www.bakkah.net/interactive/Umm%20Al-Quraa%20Gallery1/index.htm

Jika Kita Memikirkan Ilmu, Niscaya Tidak Separah Ini… Insya Allah…


فما في الأرض أشقى من محب … وإن وجد الهوى حلو المذاق
تراه باكيا في كل حين … مخافة فرقة أو لإشتياق
فيبكي إن ناؤا شوقا إليهم … ويبكي إن دنو خوف الفراق
فتسخن عينه عند الفراق … وتسخن عينه عند التلاق والعشق وإن استلذ به صاحبه فهو من أعظم عذاب القلب

Tidak ada di dunia ini yang lebih sengsara daripada seorang pencinta…

Meskipun ia merasakan manisnya cinta…

Kamu lihat dia menangis di setiap waktu…

Karena takut berpisah atau karena rindu…

Ia menangis karena rindu akan jauhnya sang kekasih…

Namun, bila kekasihnya dekat…

Ia menangis karena takut berpisah…

Matanya selalu menghangat ketika terjadi perpisahan…

Matanya pun berkaca-kaca ketika pertemuan itu tiba…

Pelakunya memang merasakan kenikmatan…

Namun, sebenarnya…

Kasmaran itu merupakan siksa yang paling besar di hati…

[ lihat dalam: كتاب الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي , karya محمد بن أبي بكر أيوب الزرعي أبو عبد الله (masyhur dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah), hal. 151 ]

Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran..

sumber: http://alashree.wordpress.com (jazakallahu khairan)

Indah pada Saatnya


sabar
sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar
dan
sesungguhnya kesabaran itu tak bertepi
tak seperti yang dikabarkan orang
bahwa sabar ada batasnya

dan kulihat kusudut itu
akankah pintu itu terbuka
hingga kutak hanya melihat indahnya taman hanya dari jendela
kusibak tirainya
indahnya juga tak bisa kuresapi
dan hujan juga tak mau berhenti

sabar
menanti hingga pintu dapat terbuka
tak perlu dengan kekerasan
keindahan itu akan datang
pada waktu yang tepat
dimana hujan sudah mereda
dimana pelangi akan muncul
dan bunga-bunga bermekaran
insya Allah…

sumber : http://catatan.azzahrah.com

Senin, 18 Oktober 2010

Bimbingan bagi Para Pemuda yang Ingin Kembali ke Jalan Allah


Soal:
Saya adalah seorang pemuda yang ingin bertaubat, kembali ke jalan Allah. Apa yang harus saya lakukan agar bisa menjauh dari perbuatan maksiat?

Jawab:
Bertaubat kepada Allah adalah perkara yang wajib, demikian juga bersegera dalam taubat adalah perkara yang wajib. Tidak boleh mengakhirkan taubat sampai terlambat, karena seseorang tidak tahu kapan maut menjemputnya.

Allah ta’ala berfirman,
{إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ}

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kebodohan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang taubatnya diterima Allah.” (An Nisa: 17)

Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(أتبِعِ السَّيِّئة الحسنة تَمحُها)

“Ikutilah kejelekan dengan kebaikan, dia akan menghapuskan kejelekan itu.” (HR. At Tirmidzi dalam Sunannya [6/204], dari hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)

Mengikuti kebaikan di sini maknanya adalah bersegera, karena termasuk dari adab taubat adalah bersegera dan tidak mengakhirkannya.

Demikian juga jika Anda bertaubat kepada Allah, hendaknya Anda menjauhi sebab-sebab yang dapat menjerumuskan diri Anda ke dalam perbuatan dosa. Jauhilah teman yang jelek, jauhi teman duduk yang jelek, karena merekalah yang menyebabkan Anda terjerumus ke dalam dosa-dosa.

Pergilah Anda kepada orang-orang yang shalih, duduklah bersama mereka, hadirlah di majelis-majelis ilmu, bersegera datang ke masjid, memperbanyak membaca Al Qur’an dan berzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Inilah yang sepantasnya diperbuat oleh seseorang yang bertaubat kepada Allah: menjauhi segala sebab kemaksiatan, dan mendekatkan diri dengan perkara-perkara yang baik serta sebab-sebab keta’atan.

(Sumber: Al Muntaqa min Fatawa Asy Syaikh Al Fauzan, Jilid I, no 168)

Sumber:

http://ulamasunnah.wordpress.com

http://majlismalamkamis.wordpress.com

Pembersih Jiwa:Permisalan Hidup di Dunia Adalah Ibarat Sang Musafir


Seorang mukmin hidup di dunia ibaratnya seperti orang asing atau musafir. Suatu permisalan yang penuh makna dan pesan yang agung. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selayaknya dijadikan pelajaran dan diterapkan oleh seorang mukmin dalam kehidupannya di dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda, “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian).” Lalu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Bukhariy no.6416)
Para ‘ulama menjelaskan hadits ini dengan mengatakan, “Janganlah engkau condong kepada dunia; janganlah engkau menjadikannya sebagai tempat tinggal (untuk selama-lamanya -pent); janganlah terbetik dalam hatimu untuk tinggal lama padanya; dan janganlah engkau terikat dengannya kecuali sebagaimana terikatnya orang asing di negeri keterasingannya (yakni orang asing tidak akan terikat di tempat tersebut kecuali sedikit sekali dari sesuatu yang dia butuhkan �pent.); dan janganlah engkau tersibukkan padanya dengan sesuatu yang orang asing yang ingin pulang ke keluarganya tidak tersibukkan dengannya; dan Allah-lah yang memberi taufiq.”

Permisalan Seorang Mukmin di Dunia
Inilah permisalan yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah kenyataannya. Karena sesungguhnya seseorang di dunia ibaratnya seorang musafir. Maka dunia bukanlah tempat tinggal yang tetap (selama-lamanya). Bahkan dunia itu sekedar tempat lewat yang cepat berlalunya. Orang yang melewatinya tidak pernah merasa letih baik malam maupun siang hari.
Adapun seorang musafir biasa, kadang-kadang dia singgah di suatu tempat lalu dia bisa beristirahat. Akan tetapi musafir dunia (yakni permisalan orang mukmin di dunia �pent.) tidak pernah singgah, dia terus-menerus dalam keadaan safar (perjalanan). Berarti setiap saat dia telah menempuh suatu jarak dari dunia ini yang mendekatkannya ke negeri akhirat.
Maka bagaimana sangkaanmu terhadap suatu perjalanan yang pelakunya senantiasa berjalan dan terus bergerak, bukankah dia akan sampai ke tempat tujuan dengan cepat? Tentu, dia akan cepat sampai. Karena inilah Allah Ta’ala menyatakan,

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (An-Naazi’aat:46)

Makna Hadits Ini
Berkata Ath-Thibiy, “Kata ‘atau‘ (dalam hadits ini) tidaklah menunjukkan keraguan bahkan menunjukkan pilihan dan kebolehan dan yang paling baiknya adalah bermakna ‘bahkan‘.” Yakni maknanya: “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau bahkan seperti musafir.”
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing. Maka hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan tinggalnya di dunia hanya sekedar untuk menunaikan kebutuhannya dan mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang asing.
Atau bahkan seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju tempat tinggalnya.
Maka seorang mukmin hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri. Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.

Keadaan Orang Asing dan Musafir
Berkata Al-Imam Abul Hasan ‘Ali bin Khalaf di dalam Syarh Al-Bukhariy, “Berkata Abu Zinad, “Makna hadits ini adalah anjuran untuk sedikit bergaul dan berkumpul serta zuhud terhadap dunia.”
Kemudian Abul Hasan berkata, “Penjelasannya adalah bahwa orang asing biasanya sedikit berkumpul dengan manusia sehingga terasing dari mereka. Karena hampir-hampir dia tidak pernah melewati orang yang dikenalnya dan diakrabinya serta orang-orang yang biasanya berkumpul dengannya. Sehingga dia pun merasa rendah diri dan takut.
Demikian pula dengan seorang musafir. Dia tidak melakukan perjalanan melainkan sekedar kekuatannya. Dan dia pun hanya membawa beban yang ringan agar tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya. Dia tidak membawa apa-apa kecuali hanya sekedar bekal dan kendaraan sebatas yang dapat menyampaikannya kepada tujuan.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap zuhud terhadap dunia dimaksudkan agar dapat sampai kepada tujuan dan mencegah kegagalan. Seperti halnya seorang musafir. Dia tidak membutuhkan membawa bekal yang banyak kecuali sekedar apa yang bisa menyampaikannya ke tempat tujuan.
Demikian pula halnya dengan seorang mukmin dalam kehidupan di dunia ini. Dia tidak membutuhkan banyak bekal kecuali hanya sekedar bekal untuk mencapai tujuan hidupnya yakni negeri akhirat.”
Dia tidak mengambil bagian dari dunia ini kecuali apa-apa yang bisa membantunya untuk taat kepada Allah dan ingat negeri akhirat. Hal inilah yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Berkata Al-’Izz ‘Ila`uddin bin Yahya bin Hubairah, “Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar kita menyerupai orang asing. Karena orang asing itu apabila memasuki suatu negeri, dia tidak mau bersaing dengan penduduk pribumi. Dan tidak pula berbuat sesuatu yang mengejutkan sehingga orang-orang melihat dia melakukan sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan mereka. Misalnya dalam berpakaian. Sehingga dia pun tidak bermusuhan dengan mereka. Tentunya selama dalam batasan syar’i.
Demikian pula halnya dengan seorang musafir. Dia tidak mendirikan rumah dalam perjalanannya. Dan dia menghindari perselisihan dengan manusia karena dia ingat bahwa dia tinggal bersama mereka hanyalah untuk sementara waktu saja.
Maka setiap keadaan orang asing ataupun seorang musafir adalah baik bagi seorang mukmin untuk diterapkan dalam kehidupannya di dunia. Karena dunia bukanlah negerinya, juga karena dunia telah membatasi antara dirinya dengan negerinya yang sebenarnya (yakni negeri akhirat).”
Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh seorang mukmin. Dia tidaklah berlomba-lomba dan bersaing dalam masalah dunia sebagaimana orang asing. Dan juga tidak berniat tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seorang musafir.

Jangan Menunda-nunda Amal!
Adapun perkataan Ibnu ‘Umar, “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari” adalah anjuran beliau agar seorang mukmin senantiasa mempersiapkan diri terhadap datangnya kematian. Sedangkan mempersiapkan datangnya kematian adalah dengan amal shalih. Dan beliau juga menganjurkan agar memendekkan angan-angan.
Maksudnya adalah janganlah menunggu amal-amal yang bisa dikerjakan di malam hari untuk pagi hari. Bahkan bersegeralah beramal. Begitu pula tatkala pagi hari. Janganlah terbetik di dalam hatimu bahwa engkau akan bertemu dengan sore hari sehingga engkau pun akhirkan amal-amal pagimu untuk malam hari.
Ketika engkau berada di waktu sore janganlah mengatakan, “Nanti, masih ada waktu pagi”. Betapa banyaknya seseorang yang berada di sore hari tidak menjumpai waktu pagi. Demikian juga ketika engkau berada di waktu pagi janganlah mengatakan, “Nanti, masih ada waktu sore.” Karena betapa banyaknya seseorang yang berada di waktu pagi tetapi tidak menjumpai sore hari dikarenakan ajal menjemputnya.
Kalaupun engkau bisa menjumpai waktu pagi atau sore, belum tentu engkau bisa melakukan pekerjaan yang engkau tunda dikarenakan kesibukan menghampirimu atau sakit menimpamu. Hal ini telah diingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya,

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu pada keduanya (yaitu): nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhariy dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Ketika datang waktu sakit dia baru merasakan betapa nikmatnya sehat. “Kenapa ketika sehat saya tidak menggunakannya untuk beramal shalih?” Ketika datang waktu sibuknya dia baru sadar betapa nikmatnya waktu luang. “Kenapa ketika punya waktu luang saya tidak menggunakannya untuk melakukan kebaikan?” Penyesalan selalu datang kemudian.
Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu juga menyatakan, “Dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu” yakni bersegeralah beramal shalih ketika sehat sebelum datangnya masa sakit. Karena seseorang ketika dalam keadaan sehat maka mudah baginya untuk beramal shalih, dikarenakan dia dalam keadaan sehat, dadanya lapang, dan jiwanya dalam keadaan senang. Sedangkan orang yang sakit dadanya sempit dan jiwanya dalam keadaan tidak gembira sehingga tidak mudah baginya untuk beramal.
Hal ini pun sebagai anjuran dari beliau untuk menjaga dan mempergunakan waktu sehat dengan sebaik-baiknya serta beramal dengan sungguh-sungguh padanya. Dikarenakan khawatir dia akan mendapatkan sesuatu yang akan menghalanginya untuk beramal.

Pergunakan Umurmu dengan Sebaik-baiknya!
“Dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum datang kematianmu” yakni bersegeralah pergunakan waktu hidupmu selama engkau masih hidup (untuk beramal shalih) sebelum engkau mati. Sebagai peringatan untuk menjaga dan mempergunakan masa hidup dengan sebaik-baiknya. Karena sesungguhnya seseorang apabila mati maka terputuslah amalnya. Telah shahih hal ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau bersabda, “Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah darinya amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian juga akan hilanglah angan-angannya dan muncullah penyesalannya yang besar karena keteledorannya dalam menjaga umurnya.
Dan ketahuilah bahwa kelak akan datang kepadanya suatu waktu yang panjang. Yakni tatkala dia berada di bawah tanah di mana dia tidak mampu lagi untuk beramal dan tidak memungkinkan pula baginya untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka hendaknya bersegera beramal selagi masih hidup.
Sungguh alangkah luas dan tingginya pengertian hadits ini yang mengandung berbagai macam kebaikan.

Jangan Panjang Angan-angan!
Sebagian ‘ulama menyatakan, “Allah Ta’ala mencela panjang angan-angan di dalam firman-Nya,

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong). Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (Al-Hijr:3)”
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنَ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ
“Dunia berjalan meninggalkan manusia sedangkan akhirat berjalan menjemput manusia, dan masing-masing memiliki generasi. Maka jadilah kalian generasi akhirat dan janganlah kalian menjadi generasi dunia. Karena hari ini (di dunia) yang ada hanyalah amal dan belum dihisab sedangkan besok (di akhirat) yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi amal.”
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis lalu bersabda, “Ini adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya �pent).” Yakni ajalnya yang melingkupinya. (HR. Al-Bukhariy no.6418)
Inilah peringatan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memendekkan angan-angan dan merasakan dekatnya ajal dan takut kalau ajal datang kepadanya dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang tidak mengetahui ajalnya (dan semua orang tentunya tidak tahu kapan ajalnya datang �pent.) maka dia layak untuk berjaga-jaga akan kedatangannya dan menunggunya karena khawatir jika ajal mendatanginya disaat dia terpedaya dan lengah.
Maka seorang mukmin hendaklah dia senantiasa menjaga dirinya dengan mempergunakan umurnya sebaik-baiknya dan menentang angan-angan maupun hawa nafsunya karena manusia sering terpedaya oleh angan-angannya.
‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati kami yang sedang memperbaiki gubuk kami. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Kami menjawab, “Gubuk ini telah rusak/reyot, kami sedang memperbaikinya.” Maka beliau pun bersabda, “Tidaklah aku melihat urusan ini (dunia) melainkan lebih cepat dari gubuk ini.” (HR. At-Tirmidziy no.2335)
Kita memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang zuhud terhadap dunia, aamiin. Wallaahu A’lam.

Maraaji’: Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/193-194, Maktabah Ash-Shafaa, Al-Qawaa’id wa Fawaa`id minal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.351, Syarh Al-Arba’iin Hadiitsan An-Nawawiyyah hal.104-107, At-Ta’liiqaat ‘alal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.107-108.

3 orang yang suka pamer


Sungguh tragis, orang yang beramal namun tak ikhlas. Segala upaya, daya dan harta yang dikeluarkan menjadi sia-sia. Semuanya justru menjadi petaka ketika akhirat tiba.

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menuturkan: Aku pernah mendengar Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya orang yang pertama kali diberi keputusan pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Lalu ia didatangkan dihadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman, ‘Apa yang kamu kerjakan padanya?’

Ia berkata, ‘Aku berperang karena diri-Mu, hingga aku mati syahid.’

Allah berfirman, ‘Engkau telah berdusta. Sesungguhnya engkau berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan hal itu telah dikatakan.’

Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke neraka.

Lalu seseorang yang belajar suatu ilmu kemudian mengajarkannya, dan membaca Al-Qur’an lalu didatangkan di hadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman, ‘Apa yang kamu kerjakan padanya?’

Ia menjawab, ‘Aku mempelajari suatu ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an karena-Mu.’

Allah berfirman: ‘Engkau berdusta. Sebenarnya, engkau mempelajari suatu ilmu, mengajarkannya dan membaca al-Qur’an agar dikatakan bahwa engkau adalah orang yang ahli membaca. Dan hal itu telah dikatakan.’ Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke api neraka.

Lalu ada seorang yang telah Allah berikan kepadanya kelapangan dan berbagai macam harta. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman, ‘Apa yang kamu kerjakan padanya?’

Ia menjawab, ‘Tidak ada suatu jalan yang Engkau senang untuk diberi infak kecuali aku telah mengeluarkan infak padanya demi Engkau.’

Allah berfirman, ‘Engkau telah berdusta. Tapi engkau melakukannya agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan hal itu telah dikatakan.’ Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, lalu diseret mukanya, kemudian dilemparkan ke dalam neraka.”

(Hadits Riwayat Muslim)

Penjelasan

Hadits Abu Hurairah radhiallu ‘anhu mengenai orang yang pertama kali diberi keputusan pada Hari Kiamat itu menceritakan tentang tiga golongan : Pelajar, Orang yang berperang, dan orang yang bersedekah. Si pelajar mempelajari suatu ilmu, mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. Kemudian Allah mendatangkannya pada Hari Kiamat dan memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya yang diberikan kepadanya dan ia pun mengakuinya. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah engkau lakukan?” yakni dalam mensyukuri kenikmatan ini. Maka ia berkata, “Aku mempelajari dan membaca Al-Qur’an karena Engkau.” Lalu Allah berkata kepadanya, “Engkau telah berdusta. Tapi engkau belajar agar dikatakan sebagai orang yang alim dan engkau membaca al-Qur’an agar dikatakan orang yang pandai membaca, bukan karena Allah. Tapi karena ingin dilihat orang.”

Kemudian diinstruksikan untuk dibawa lalu diseret wajahnya ke dalam api neraka. Ini adalah dalil yang menunjukkan, wajib bagi seorang penuntut ilmu agar mengikhlaskan niatnya untuk Allah. Ia tidak mempedulikan apakah orang-orang menyebutnya “Orang Alim” , “syaikh”, “ustadz”, “mujtahid”, atau yang sejenisnya. Ini tidaklah penting baginya. Tak ada yang penting baginya, kecuali ridha Allah, menjaga syariat, mengajarkannya, menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari hamba-hamba Allah. Dengan demikian, tertulis baginya pahala syahid yang kedudukannya berada seteah kedudukan orang-orang yang jujur . Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan barangsiapa yang metaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih.” (an-Nisa : 69)

Adapun orang yang belajar bukan untuk tujuan hal tersebut, yaitu agar ia dikatakan sebagai orang yang alim, seorang mujtahid, orang yang sangat berilmu dan yang serupa dengannya maka amalannya akan hilang, na’udzubillah. Ia adalah orang yang pertama diberikan keputusan dan diseret wajahnya ke daam api neraka dan didustakan serta dijelekkan pada Hari Kiamat.

Orang yang kedua adalah orang yang berperang. Ia berperang di jalan Allah kemudian terbunuh. Pada Hari Kiamat, Ia akan dating kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala kemudian Allah perlihatkan kepadanya nikmat-Nya yang telah diberikan kepadanya. Lalu ia mengetahui kenikmatan tersebut yaitu Allah panjangkan umurnya, mempersiapkannya, memberikan rizki, dan kekuatan kepadanya, hingga akhirnya ia sampai kepada tingkatan ini yaitu berperang. Kemudian ia ditanya, “Apa yang engkau perbuat dengan kenikmatan tersebut?”

Ia menjawab, “Wahai Rabbku aku berperang karena-Mu.” Maka dikatakan kepadanya, “Engkau telah berdusta, engkau berperang aar dikatakan sebagai orang yang pemberani dan hal ini telah dikatakan.”

Kemudian diperintahkan agar ia dibawa dan diseret wajahnya ke api neraka. Demikianlah orang yang berpang di jalan Allah. Orang yang berperang di jalan Allah memiliki niat bermacam-macam. Barangsiapa yang berperang karena dorongan nasionalisme, maka ia berada di jalan thaghut. Barangsiapa yang berperang karena fanatisme golongan, maka ia berada dijalan thaghut. Dan barangsiapa yang berperang agar mendapatkan bagian dari dunia, maka ia berada di jalan thaghut. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut.” (an-Nisa:76)

tapi jika seseorang berperang karena kesukuan dan nasionalisme dibandingkan dengan untuk melindungi tanah air dari kejahatan orang-orang kafir, maka ini adalah berjuang di jalan Allah. Sebab, melindungi Negara kaum Muslimin buahnya adalah kalimat Allah yang akan jadi paling tinggi.

Tapi jika seseorang berperang agar ia dapat terbunuh saja dalam peperangan tersebut, apakah ia berada di jalan Allah? Jawabnya adalah, “Tidak.” Inilah niat kebanyakan para pemuda. Mereka pergi dengan tujuan agar mereka terbunuh dan berkata, “Kami berperang dan terbunuh sebagai orang yang syahid.” Maka dikatakan, “Tidak.” Hendaknya kalian pergi berperang agar kalimat Alah menjadi paling tinggi, walaupun harus tetap demikian. Jangan kalian pergi, dengan niat semata perang. Tapi pergilah dengan niat meninggikan kalimat Allah menjadi paling tinggi. Dengan demikian, jika terbunuh, kalian berada di jalan Allah.

Adapun orang yang ketiga adalah orang yang Allah berikan kenikmatan kepadanya dengan hara. Ia bersedekah, memberi, dan berinfak. Pada Hari Kiamat, ia dihadapkan kepada Allah dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang diberikan kepadanya. Ia mengakuinya. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan trhadap kenikmatan itu?”

Ia menjawab, “Aku bersedekah dan melakukan ini dan ini.” Maka dikatakan kepadanya, “Engkau telah berbiohong. Engkau melakukannya agar dikatakan bahwa si fulan adalah orang yang dermawan dan mulia. Hal itu telah dikatakan.” Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret wajahnya ke dalam api neraka. Orang ini termasuk dalam tiga golongan yang dibakar api neraka pada Hari Kiamat.

Disini terdapat dalil yang menunjukkan wajibnya seseorang untuk mengikhlaskan niat bagi Allah dalam setiap yang ia berikan, berupa harta, badan, ilmu, dan lainnya. Jika ia melakukan sesatu yang diharamkan untuk mendapatkan pahala dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala lalu ia simpangkan kepada yang lainnya maka ia telah berdosa.

Maroji : Diketik ulang oleh Ummu ‘Umar untuk Jilbab Online. Tulisan diambil dari buku : Memetik Hikmah dari Telaga Sunnah” halaman 163-169, Buku karya dari Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, kemudian yang dihimpun ditata, dan ditakhrij ayat-ayat dan hadits-hadits yang tertera dalam buku ini oleh Shalahuddin Mahmud as-Sa’id .Penerbit : Pustaka At-Tazkia.

ummu shalih, 82 tahun,penghafal al-qur'an


RUBRIK KELUARGA pada Majalah Ad-Dakwah selalu menghadirkan kepada para pembacanya kisah-kisah yanq penuh keteladanan dan juga berbagai informasi yang menyejukkan hati.

Berikut ini adalah salah satu pengalaman nyata yang dimuat dalam majalah tersebut. Mari kita simak bersama!

Ummu Shalih. 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.

Inilah hasil wawancara dengan Ummu Shalih.

Motivasi apa yang mendorong Anda untuk menghafalkan Al-Qur’an pada umur yang setua ini?

Sebenarnya, cita-cita saya untuk menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh sejak kecil. Kala itu ayah selalu mendoakanku agar menjadj hafizhah Al-Qur’an seperti beliau dan juga seperti kakak laki-lakiku. Dari hal itulah, aku mampu menghafal beberapa surat —kira-kira 3 juz.

Ketika usiaku menginjak 13 tahun, aku menikah. Tentu setelah itu aku tersibukkan dengan urusan rumah dan anak-anakku. Ketika aku dikaruniai 7 (tujuh) orang anak, suamiku wafat. Karena ketujuh buah hatiku masih kecil-kecil, maka seluruh waktuku tersita untuk mengurusi dan mendidik mereka.

Nah, ketika mereka sudah dewasa dan berkeluarga, maka waktu ku pun kembali luang. Dan hal yang pertama kali aku tunaikan adalah mencurahkan tenaga dan waktuku untuk mewujudkan cita-cita agungku yang tertunda untuk menghafal Kitabullah Azza wa Jalla.

Bagaimana awal perjalanan Anda dalam menghafal?

Aku mulai menghafal kembali ketika putri bungsuku masih duduk di bangku Tsanawiyah (SMP). Dia salah satu putriku yang paling dekat denganku, dan dia sangat mencintaiku. Sebab kakak-kakak perempuannya telah menikah dan disibukkan dengan kehidupan baru mereka. Sedangkan, dia (putri bungsuku) tinggal bersamaku. Dia sangat santun, jujur, dan mencintai kebaikan.

Putri bungsuku pun bercita-cita untuk menghafal Al-Qur’an—terlebih ketika ustadzahnya menyemangati dirinya. Dari sinilah, saya dan juga putri bungsuku menghafal Al-Qur’an, setiap hari 10 ayat.

Bagaimana metode yang Anda gunakan untuk menghafal?

Setiap hari, kami hanya menghafal 10 ayat saja. Pada ba’da Ashar, Kami selalu duduk bersama. Putriku membaca ayat, kemudian aku menirukannya hingga 3 (tiga) kali. Setelah itu putriku menerangkan makna dari ayat-ayat yang Kami baca. Lantas membaca kembali ayat-ayat tersebut hingga 3 (tiga) kali.

Keesokan harinya, sebelum berangkat ke sekolah putriku mengulangi ayat-ayat tersebut untukku. Tak cukup itu saja, saya pun menggunakan tape recorder untuk mendengar murattal Syaikh Al-Hushairi, dan aku mengulanginya hingga 3 (tiga) kali. Aku pun mendengar murattal tersebut pada sebagian besar waktuku.

Kami menetapkan hari Jum’at, khusus untuk mengulangi kembali ayat-ayat yang kami hafal selama satu pekan. Demikian seterusnya, saya dan putri bungsuku selalu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara tersebut.

Kapan Anda selesal menghafal seluruh Al-Qur’an?

Kira-.kira 4,5 tahun berjalan aku sudah hafal 12 Juz dengan cara yang telah saya sebutkan. Kemudian putriku pun menikah. Ketika suaminya mengetahui kebiasaan kami, dia pun mengontrak sebuah rumah yang dekat dengan rumahku untuk memberikan kesempatan kepadaku dan putriku untuk menyempurnakan hafalan kami.

Semoga Allah membalas kebaikan menantuku dengan kebaikan yang lebih baik. Dialah yang selalu menyemangati kami, bahkan terkadang dia menemani kami untuk menyimak hafalan kami, menafsirkan ayat-ayat yang kami baca, dan juga memberikan pelajaran-pelajaran berharga kepada kami.

Tiga tahun kemudian, putriku tersibukkan dengan urusan anak-anaknya dan pekerjaan rumahnya. Sehingga tidak bisa melazimi kebiasaan yang telah kami jalani. Putriku pun merasa khawatir hafalanku menjadi terbengkalai. Maka, putriku pun mencarikan untukku seorang ustadzah agar dapat menemaniku menyempurnakan hafalanku.

Dengan taufik Allah Azza Wajalla aku pun telah purna menghafalkan seluruh Al-Qur’an. Semangat putriku pun masih membara untuk menyusulku menjadi hafizhah Al-Qur’an. Bahkan, tidak mengendur sedikit pun.

Cita-cita Anda sangat tinggi, dan Anda pun telah mewujudkannya. Siapakah sosok wanita di sekitar Anda yang selalu mendukung Anda?

Motivasi saya telah jelas dan terang. Putri-putriku, juga para menantu perempuanku pastinya selalu mendukungku. Walau hanya satu jam, kami sepakat untuk mengadakan pertemuan sepekan sekali. Dalam pertemuan itu kami menghafal beberapa surat, dan saling menyimak hafalan. Terkadang pertemuan itu pun macet. Tetapi kemudian mereka bersepakat kembali untuk bertemu. Saya yakin, niat mereka semua sangat baik.

Tak ketinggalan pula, cucu-cucu perempuanku yang selalu memberikan kaset-kaset murattal Al-Qur’an. Hingga aku pun selalu memberi mereka bermacam-macam hadiah.

Awalnya, tetangga-tetanggaku juga tidak simpatik dengan cita-citaku. Mereka selalu mengingatkanku betapa sulitnya menghafal di usia yang daya ingatnya telah lemah. Tetapi ketika mereka melihat kebulatan tekadku, akhirnya mereka pun berbalik mendukung dan menyemangatiku. Ada di antara tetanggaku yang juga ikut tersulut semangatnya untuk menghafal, dan sedikit demi sedikit hafalannya pun mulai bertambah.

Ketika tetangga-tetanggaku mengetahui bahwa aku telah purna menghafal seluruh Al-Qur’an, mereka pun sangat berbahagia. Hingga kulihat air mata bahagia menetes di pipi mereka.

Sekarang, apakah Anda merasa kesulitan untuk muraja’ah (mengulangi) hafalan?

Saya selalu mendengarkan murattal Al-Qur’an, dan menirukannya. Demikian juga ketika shalat, saya selalu membaca beberapa surat panjang. Terkadang pula saya meminta salah seorang putriku untuk menyimak hafalanku.

Di antara putra-putri Anda, adakah yang juga hafizh seperti Anda?

Tak ada satu pun dari mereka yang hafal keseluruhan Al-Qur’an. Tetapi, insya Allah mereka selalu berusaha mencapai cita-cita menjadi hafizh. Semoga Allah menyampaikan mereka pada hal tersebut dengan bimbingan-Nya.

Setelah hafal Al-Qur’an, tidak terpikirkan untuk menghafal hadits?

Saat ini, saya telah hafal 90 hadits, dan saya tetap berkeinginan untuk melanjutkannya, Insya Allah. Saya menghafalnya dengan mendengarkan dari kaset. Pada setiap akhir pekan, putriku membacakan untukku 3 (tiga) hadits. Sekarang, saya telah mencoba untuk menghafal hadits lebih banyak lagi.

Setelah kurang lebih 12 tahun Anda disibukkan dengan menghafal Al-Qur’an, perubahan apa yang Anda rasakan dalam kehidupan Anda?

Benar, saya merasakan perubahan yang mendasar dalam diri saya. Walau sebelum menghafal–untuk Allah segala pujian—saya selalu menjaga diri untuk senantiasa dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Setelah disibukkan dengan menghafalkan Al-Qur’an, justru saya merasakan kelapangan hati yang tak terkira, dan sirnalah seluruh kecemasan dalam diriku. Saya pun tidak pernah menyangka akan terbebas dari perasaan khawatir terhadap urusan-urusan yang menimpa anak-anakku.

Moral dan spiritku benar-benar terangkat. Hingga aku pun rela berpayah-payah untuk mewujudkan kerinduanku dalam mewujudkan cita-citaku. Inilah nikmat terbesar yang diberikan oleh Sang Khaliq Azza Wajalla kepadaku sebagai wanita tua, suami pun telah tiada, dan juga anak-anaknya pun mulai berkeluarga.

Di saat wanita lanjut usia lainnya terjebak dalam angan-angan dan lamunan. Tetapi aku —segala puji hanya untuk Allah— tidak merasakan hal yang demikian. Saya benar-benar tersibukkan dengan urusan besar yang memiliki faedah di dunia dan akhirat.

Ketika itu, apakah Anda tidak berpikir untuk mendaftarkan diri pada sebuah pesantren penghafal Al-Qur’an?

Pernah beberapa wanita yang mengusulkan kepadaku, tapi saya adalah wanita yang terbiasa untuk berdiam diri di dalam rumah dan jarang sekali keluar rumah. Alhamdulillah, karena putriku telah mencukupi segalanya dan membantuku dalam segala urusan. Sungguh, putriku benar-benar tidak ada duanya. Aku pun telah banyak mengambil pelajaran darinya.

Apa yang terkesan dalam diri Anda tentang putri bungsu Anda yang telah membimbing dan mendampingi Anda?

Putri bungsuku telah memberikan pelajaran mengagumkan dalam kebaikan dan kedermawanan yang keduanya sulit ditemui pada zaman sekarang. Terlebih dia mendampingiku menghafal Al-Qur’an pada usia ABG. Padahal,usia ini adalah usia labil yang mudah terombang-ambing dan tergoda dengan keadaan yang menjerumuskan.

Tidak seperti umumnya teman-teman seusianya, putriku memaksakan diri untuk meluangkan waktunya untuk mendampingiku. Dia pun mengajari dan mendampinqiku dengan tekun, sabar, dan penuh kelembutan. Suaminya pun demikian —semoga Allah senantiasa menjaganya, selalu menolong dan telah memberikan bantuan yang begitu banyak. Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan kepada mereka berdua dan menyejukkan pandangan mata mereka dengan anak-anak yang shalih.

Apa saran Anda kepada wanita yang telah lanjut usia, dan menginginkan untuk dapat menghafalkan Al-Qur’an, tetapi terhalang oleh rasa khawatir dan merasa tidak mampu untuk melaksanakannya?

Saya katakan, “Jangan berputus asa terhadap cita-cita yang benar. Teguhkanlah keinginanmu, bulatkan tekadmu, dan berdoalah kepada Allah di setiap waktu. Kemudian, mulailah sekarang juga. Setelah umurmu berlalu dan kau curahkan seluruhnya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak, dan mengurus suami. Maka sekarang saatnyalah Anda memanjakan diri. Bukan berarti kemudian memperbanyak keluar rumah, memuaskan diri dengan tidur, bermewah-mewah, dan banyak beristirahat. Tetapi memanjakan diri dengan amal shalih. Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon khusnul khatimah.

Nasihat Anda terhadap para remaja?

Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Nikmat Allah berupa kesehatan, dan banyaknya waktu luangmu, maksimalkanlah untuk menghafal kitab Allah Azza Wa Jalla. Inilah cahaya yang akan menyinari hatimu, hidupmu, dan kuburmu setelah engkau mati.

Jika kalian masih memiliki ibu, bersungguh-sungguhlah dalam membimbingnya menuju ketaatan kepada Allah. Demi Allah, tidak ada nikmat yang lebih dicintai seorang ibu kecuali seorang anak shalih yang mau menolongnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.
(diterjemahkan dari quraan-sunna.com)

== disalin dari buku:
HAFAL AL-QUR’AN TANPA NYANTRI
penyusun: Abdud Daim Al Kahil.
penerbit: Pustaka Arafah
Cet I, Maret 2010, halaman 129-137

Sabtu, 16 Oktober 2010

Orang bertakwa tidak pernah merasa miskin


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

Adapun mengenai firman Allah Ta’ala,

{ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } { وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3). Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah akan menghilangkan bahaya dan memberikan jalan keluar bagi orang yang benar-benar bertakwa pada-Nya. Allah akan mendatangkan padanya berbagai manfaat berupa dimudahkannya rizki. Rizki adalah segala sesuatu yang dapat dinikmati oleh manusia. Rizki yang dimaksud di sini adalah rizki dunia dan rizki akhirat.

Sebagian orang mengatakan, “Orang yang bertakwa itu tidak pernah merasa fakir sama sekali.” Lalu ada yang bertanya, “Mengapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Karena Allah Ta’ala berfirman:

{ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } { وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)”

Kemudian ada yang bertanya kembali, “Kami menyaksikan sendiri bahwa di antara orang yang bertakwa, ada yang tidak punya apa-apa. Namun memang ada sebagian lagi yang diberi banyak rizki.”

Jawabannya, ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang bertakwa akan diberi rizki dari jalan yang tak terduga. Namun ayat itu tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak bertakwa tidak diberi rizki. Bahkan setiap makhluk akan diberi rizki sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (QS. Huud: 6). Bahkan hamba yang menerjang yang haram termasuk yang diberi rizki. Orang kafir tetap diberi rizki padahal rizki itu boleh jadi diperoleh dengan cara-cara yang haram, boleh jadi juga dengan cara yang baik, bahkan boleh jadi pula diperoleh dengan susah payah.

Sedangkan orang yang bertakwa, Allah memberi rizki pada mereka dari jalan yang tidak terduga. Rizkinya tidak mungkin diperoleh dengan cara-cara yang haram, juga tidak mungkin rizki mereka dari yang khobits (yang kotor-kotor). Perlu diketahui bahwa orang yang bertakwa tidak mungkin dihalangi dari rizki yang ia butuhkan. Ia hanyalah dihalangi dari materi dunia yang berlebih sebagai rahmat dan kebaikan padanya. Karena boleh jadi diluaskannya rizki malah akan membahayakan dirinya. Sedangkan disempitkannya rizki malah mungkin sebagai rahmat baginya. Namun beda halnya dengan keadaan manusia yang Allah ceritakan,

{ فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ } { وَأَمَّا إذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ } { كُلًّا }

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. Sekali-kali tidak (demikian).” (QS. Al Fajr: 15-16)

Senyatanya tidak demikian. Belum tentu orang yang diluaskan rizkinya, ia berarti dimuliakan. Sebaliknya orang yang disempitkan rizkinya, belum tentu ia dihinakan. Bahkan boleh jadi seseorang dilapangkan rizki baginya hanya sebagai istidroj (agar ia semakin terlena dengan maksiatnya). Begitu pula boleh jadi seseorang disempitkan rizkinya untuk melindungi dirinya dari bahaya. Sedangkan jika ada orang yang sholih yang disempitkan rizkinya, boleh jadi itu karena sebab dosa-dosa yang ia perbuat sebagaimana sebagian salaf mengatakan,

إنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ

“Seorang hamba boleh jadi terhalang rizki untuknya karena dosa yang ia perbuat.”

Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكْثَرَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa yang memperbanyak beristighfar, maka Allah pasti akan selalu memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan dan kelapangan dari segala kegundahan serta Allah akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak ia sangka-sangka.”[1]

Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa kebaikan itu akan menghapus kejelekan, istighfar adalah sebab datangnya rizki dan berbagai kenikmatan, sedangkan maksiat adalah sebab datangnya musibah dan berbagai kesulitan. (Kita dapat menyaksikan hal tersebut dalam ayat-ayat berikut ini).

Allah Ta’ala berfirman,

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (1) أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ (2) وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira kepadamu daripada-Nya, dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya” (QS. Huud: 1-3)

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)

{ وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا } { لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ }

“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya.” (QS. Al Jin: 16-17)

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al Maidah: 66)

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30)

وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ

“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS. Hud: 9)

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisa’: 79)

{ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ } { فَلَوْلَا إذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }

“Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 42-43)

Allah Ta’ala telah mengabarkan dalam kitabnya bahwa Dia akan menguji hamba-Nya dengan kebaikan atau dengan kejelekan. Kebaikan yang dimaksud adalah nikmat dan kejelekan adalah musibah. Ujian ini dimaksudkan agar hamba tersebut teruji sebagai hamba yang bersabar dan bersyukur. Dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَقْضِي اللَّهُ لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدِ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya. Allah tidaklah menetapkan bagi seorang mukmin suatu ketentuan melainkan itu baikk baginya. Hal ini tidaklah mungkin kita jumpai kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa suatu bahaya, ia bersabar, maka itu pun baik baginya.”

Demikian penjelasan dari Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al Fatawa (16/52-54). Semoga bermanfaat dan dapat sebagai penyejuk hati yang sedang gundah.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Panggang-GK, 26 Jumadil Awwal 1431 H (10/05/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id
[1] Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Syaikh Al Albani. Lihat Dho’iful Jaami’ no. 5471

Dimana air matamu ?


Di Mana Air Matamu?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])

Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.

Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).

Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).

Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.

al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”

Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.

Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”

Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).

Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati!

Disarikan dari al-Buka’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Buhul Cinta


Cinta adalah air kehidupan bahkan ia adalah rahasia kehidupan…
Cinta adalah kelezatan ruh bahkan ia adalah ruh kehidupan…
Dengan cinta menjadi terang semua kegelapan…
Dengan cinta akan cerah alam kemanusiaan…
Dengan cinta akan bersemi perasaan…
dan dengan cinta akan jernih segala pikiran…
Karena cinta, semua kesalahan akan dimafaafkan…
Karena cinta, semua kelalaian akan diampunkan…
Karena cinta, akan dibesarkan arti kebaikan.
Tidakkah anda melihat rusa betina mendekatkan diri kepada pejantannya?!
Tidakkah tanah yang tandus merindukan curahan hujan?!
Tidakkah anda melihat alam gembira menyambut kedatangan
musim semi?! Itu semua atas nama cinta…….Ya, atas nama cinta!
Sekiranya lautan mempunyai pantai dan sekiranya sungai mempunyai muara,
dan sekiranya jalan punya tapal batasnya, Maka lautan cinta tidak berpantai dan sungai cinta tidak bermuara
serta jalan cinta tidak terbatas